Rabu, 05 Oktober 2011

Telur Dadar Setengah Gosong

Apalagi yang lebih bersahaja dari cinta dalam kesederhanaan?

Kami terlahir dari keluarga yang kata orang beda kasta. Dia orang kaya dan aku orang tak punya. Bak kisah cinderela, dia bisa mencintaiku apa adanya. Meskipun ada pertentangan dari keluarga besarnya.

Setelah sama-sama lulus SMA aku mendapat pekerjaan sebagai staf produksi di sebuah food company. Dia sendiri meneruskan kuliah.

Setahun kemudian dia melamarku. Keluarganya tak terima. Dia diusir dari rumahnya. Tapi dia tetap nekad menikahiku. Seperti kisah sinetron ya? :)

Dalam kesederhanaan kami mulai mengarungi samudera pernikahan. Kami tinggal di sebuah kontrakan seluas 3x3m. Selain kuliah dia pun bekerja sebagai pekerja lepas di sebuah perusahaan otomotif.

Suatu hari aku pulang kerja lebih awal. Badanku panas, perutku mual. Dia menjemput lantas membawaku ke dokter. Ternyata aku hamil.

Dia merawatku dengan penuh perhatian. Kalau biasanya aku yang melayani dia dari ujung kepala hingga ujung kaki, kini dia yang melakukannya padaku. Bahkan dia memasak untukku. Sebuah telur dadar yang satu sisinya gosong. Ditutupinya dengan kecap manis, juga senyuman yang tak kalah manis.

Setelah melahirkan seorang putra tampan, keluarganya mulai menerimaku. Bahkan mereka mengajakku tinggal di rumahnya. Sempat aku menolak, tapi melihat kebahagiaan yang terpancar di mata suamiku karena diterima lagi di keluarganya aku tak tega.

Kehidupan kami mulai membaik. Setelah mendapat gelar sarjana dia mendapat sebuah showroom motor hadiah dari orangtuanya. Sebagai bekal untuk kehidupan kami kelak katanya. Aku sendiri sudah tak bekerja semenjak hamil dahulu. Kandunganku terlalu lemah. Aku tak boleh kecapekan.

Suamiku semakin kiat bekerja. Bahkan di tahun ke dua kami sudah mempunyai rumah sendiri. Aku hamil lagi anak kedua. Bisnisnya makin maju.

Dia bahkan berencana membuka showroom keduanya. Dia makin sibuk, makin jarang bertemu denganku juga putra kami.

Menginjak usia kandungan ke tujuh bulan aku jatuh sakit. Ada flek yang keluar, ibu segera membawaku ke RS. Dia tidak bisa menemaniku karena sedang berada di luar kota. Aku dirawat di ruang VIP. Ruangannya tak mirip dengan Rumah Sakit malah lebih menyerupai kamar hotel.

Hingga hari ke empat aku diopname, belum juga kami bertemu. Katanya dia sempat menjengukku sebentar di RS, malam ketika aku terlelap setelah minum obat. Entahlah.

Aku merindunya, sungguh. Aku tak perlu dirawat di kelas VIP seperti ini, dijaga oleh dua suster. Aku tak butuh mereka. Aku hanya butuh suamiku. Butuh dia di sampingku. Dengan telur dadar yang satu sisinya gosong. Yang dia tutupi dengan kecap manis. Juga dengan senyumnya yang manis.

2 komentar: