Jumat, 18 Juli 2014

Senja ~ Chapter 3

“Awas kalo ngintip!”
“Gimana mau ngintip, ini ikatannya kenceng begini juga.”
“Siapa tau lo bisa liat lewat celah-celah di bawah idung itu”
“Kalo ada celah, tadi aku ga akan kesandung!”
“Ihh bawel banget sih, udah nurut aja. Sekarang maju, maju lurus tapi agak serong kiri dikiit aja.”
“Nyuruh serong segala, katanya aku jadi cowok harus setia. Gimana sih kamu tuh gak konsisten jadi cewek.”
“Serong, miring maksudnya. Bukan serong selingkuh!” teriakku.
DUG. "Aw!"
Aku tergelak, dahinya mengenai mini bar.

“Kamu nyulik aku dari kantor sore-sore gini, disuruh pake tutup mata padahal udah jelas, kamu bawa aku ke apartmenku sendiri. Kamu tau gak, aku lagi nyiapin laporan buat besok pagi? Data dari bagian QA baru dateng jam 2 siang tadi. Kalo aku gak diculik-culik kaya gini, laporan itu bisa selesai jam 8 malem ini. Aku bisa tidur nyenyak sebelum besok ketemu Pak Menteri. Tau?”
“Kalo nanti malem kan lo 'sibuk'.. gak bisa gue ganggu.” kataku, memberi penekanan pada kata sibuk.
“Nanti malem kan aku mau nyelesein laporan., Nona.”
“Berisik ah, nah duduk situ nah iya. Diem di situ. Tangannya jangan gerak-gerak!”
Dia masih ingin berceloteh tapi geramanku menghentikannya.
“Sekarang buka ikatannya!”


“Happy birthday!” seruku.
Sebuah tart bertabur cha cha warna warni dengan lilin berjumlah tiga puluh satu.

“Lo pasti lupa kalo ini hari ulang tahun lo!” kataku dengan bangga.
Dia masih terkejut. Bingung. Ahh senangnya bisa membuat dia terbengong-bengong seperti ini. Kejutanku sukses.

“Ulang tahun aku kan besok..” jawabnya.

“Hah?” kini giliran aku yang terkejut. Kulihat layar blackberry. Tertera tanggal 23 Oktober. “Beneran kok tanggal dua tiga…”

Dia terpingkal-pingkal. “Baru dijailin gitu aja udah kaget…”

Aahhh…. Menyebalkan, aku terkena lagi tipuannya. Kucubit lengannya. Kupukul bahunya.

“Nyebelin banget sih, gue udah cape-cape bikin kue kaya gini malah dijailin..”

“Uuuh sayaangg…..” katanya tersenyum menggoda seraya menyalakan satu persatu lilin. “Aku make a wish dulu nih ya, sebelum tiup lilin..”

Wusss. Aku  membantunya meniup lilin. Semua lilin sudah padam. “Semoga permintaanku terkabul ya.”

Aku mengangguk. “Sekarang potong kuenya, liat dong kue apa ini…” kuserahkan pisau kue yang kupegang sedari tadi. Segera dia memotongnya.

Wah rainbow cake! Beneran ini kamu yang bikin?” tanyanya  penuh curiga.
“Iya dong, semalaman gue bikinnya tau, sampai gak tidur! Bagus kan?”
“Bagus sih, tapi gak tau deh, enak apa enggak.”
“Berani lo bilang gak enak awas aja!” seruku sambil mencomot cha cha berwarna merah.
“Heh, maen comot-comot aja. Itu yang merah punya aku!” tangannya menepis cha cha merahku. Sedetik kemudian kami hening. Saling berpandangan.

Cincin putih yang melingkar di jari manisku dan jari manisnya berdampingan. Seolah membuyarkan kebahagiaan kami.



Ponselnya berbunyi, tanda pesan singkat masuk.

Aku segera melirik swiss army di lengan kiri. “Udah abis waktunya, gue balik dulu ya!”

Dia masih terdiam. Kudaratkan kecupan di pipinya. “Happy birthday ya, semoga pernikahan kamu nanti lancar.” Aku sambar kunci mobil dan segera berjalan keluar.

"Tunggu! Kalau kamu minta aku untuk batalin pernikahan ini, akan aku batalin sekarang juga."

***


Sayang, kamu pulang kerja jam berapa? Jadi kan ya nanti malem kita rayain ulang tahun kamu. Miss you!

Mana Sanggup

Mana sanggup aku di dekatmu
bisa meledak jantung ini kamu buat

Mana sanggup kutatap dalam matamu
bisa tenggelam aku di dalamnya

Mana sanggup kubernapas di sampingmu
tercekik tenggorokanku menghirup wangi tubuhmu


tapi pada hari nanti

pelukmu akan meredam debaran jantungku
tanganmu menggenggamku melewati waktu
dan ciummu menghangatkan hidupku