Jumat, 31 Oktober 2014

28 Tahun yang Menyenangkan

Menimbang dan menilik kehidupan selama 28 tahun terakhir ini, rasanya gak ada kata yang lebih pas selain Alhamdulillaah.

Keluarga yang bahagia, teman-teman yang menyenangkan, pekerjaan yang baik..
Kesehatan dan rezeki yang mencukupi…

Memang masih banyak pe-er yang ingin dilengkapi selama jadi manusia di bumi ini. insyaaAllah semua akan berjalan dengan baik di tahun-tahun berikutnya.

Menurut cerita Mamah dan Ayah, daku gak keluar-keluar setelah 3 hari Mamah di RSHS saat itu dan akhirnya terpaksa divakum pada jam 1 pagi tanggal 1 November.

Usia boleh bertambah tapi mental kayaknya masih terjebak di angka 19.

Selamat datang usia 29, semoga daku masih bisa menyapa lagi di usia-usia selanjutnya.


Ciaobella! 

Jumat, 22 Agustus 2014

terlatih patah hati

tenang saja sayang, kali ini tidak akan terlalu sakit
bukankah ini untuk kesekian kalinya dia mematahkan hatimu?

oh, kali ini dia memporak-porandakan hatimu ya?

aduh bagaimana dong?

tetap bisa bangkit lagi kan kali ini?

                              ..........

ayolah, aku bisa melihat sedikit senyum yang bisa kamu tunjukkan kepada mereka
aku tak suka melihatmu seperti mayat hidup seperti itu

kamu tunjukkan kalau kamu perempuan hebat
perempuan kuat

oh, jadi kali ini kamu ingin dia menyadari kalau kamu sakit dengan kondisi seperti ini
ya salah kamu juga sih kenapa selama ini kamu bersikap seolah tidak apa-apa

aduh, maaf
bukannya aku jadi menyalahkan kamu

                              ..........

mendingan kamu menulis lagi
bukankah kamu produktif ketika patah hati?
aku suka sekali tulisan-tulisan patah hatimu

                            ..........

hei, bukankah kamu sudah terlatih patah hati?

Rabu, 06 Agustus 2014

#tbt Trip Gua Hiro

Sedari malam, pembimbing utama mengingatkan saya untuk istirahat lebih awal. “Kita berangkat jam empat pagi!”.

Rencananya di hari terakhir ini kami akan hiking ke Gua Hiro. Jangan bayangkan Gua Hiro seperti gua yang kita tahu selama ini, berbentuk terowongan panjang dan gelap gulita. Gua hiro hanyalah berbentuk tumpukan batu-batu besar yang berada di puncak Jabal Nur. Makanya tadi saya bilang kalo kami ini akan hiking di Gua Hiro. Dua ribu lima ratus feet. Silakan konversikan ke satuan yang lebih kamu pahami. Yang pasti itu adalah gunung tertinggi yang saya daki.

hiking subuh-subuh masih gelap, belum tau kalo gunungnya setinggi ini

Shalat Shubuh dilaksanakan di kaki gunung. Masjid kecil yang kurang terawat dan tidak ada air. Untunglah pembimbing sudah mengingatkan kami untuk berwudhu di hotel sebelum berangkat.

Sesuai jadwal pakaian yang saya buat, -iya saya bikin jadwal pakaian selama 11 hari perjalanan di Tanah Suci hari itu jadwal saya memakai celana hareem dan kaos oblong. Cocok untuk beraktivitas di luar. Yang saya luput adalah alas kaki yang dipakai, saya memakai sandal jepit dan kaos kaki seperti kebiasaan selama umrah. Hasilnya? Saya terseok-seok di jalanan berbatu karena kaos kaki dan sandal jepit bukan padanan yang pas. Licin cyn. Akhirnnya saya lepas kaos kakinya dan mulai menapaki titian batu sampai ke puncak.

Tas punggung yang berisi makanan, dompet, gadget saya lempar ke teman serombongan. Bawa diri sendiri aja gak kuat, apalagi harus bawa beban tambahan. Pengalaman naik turun 5 lantai hotel ketika di Madinah lumayan menjadi latihan. Bukan, bukan karena hotel di Madinah tidak ada lift tapi lift selalu penuh dan saya gak tega hati kalo harus berebut dengan sepuh-sepuh. Setelah berkali-kali ngangis dan muntah saking capeknya, akhirnya saya sampai di puncak Jabal Nur.

sendal jepit yang bawa saya ke puncak Jabal Nur

Subhanallah. Bangga, haru dan entahlah campur aduk rasanya bisa sampai ke puncak. Fajar baru terbit, dan itu adalah salah satu momen terbaik yang pernah saya dapatkan.

KECE BERAT KAAN?

Setelah istirahat dan memakan bekal, pembimbing mengajak kami sedikit turun ke sisi lain gunung untuk masuk ke Gua Hiro. Tidak terlalu jauh namun cukup curam. Ada sebuah batu yang ‘menghalangi’ jalan masuk. Secara logika susah untuk kami melewatinya tapi… TARRAAA! Kami semua bisa melewatinya tanpa kendala berarti. Tapi kemudian saya berpikir dan membayangkan bagaimana jaman dahulu Nabi SAW harus mendaki dan melewati batu-batu seperti ini yang mungkin jaman dahulu medannya lebih berat. Plus dikejar kaum kafir pula. Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad.
udah ngantre lama untuk foto di tempat Rasul menerima wahyu ehh blur aja gitu..

Jumat, 18 Juli 2014

Senja ~ Chapter 3

“Awas kalo ngintip!”
“Gimana mau ngintip, ini ikatannya kenceng begini juga.”
“Siapa tau lo bisa liat lewat celah-celah di bawah idung itu”
“Kalo ada celah, tadi aku ga akan kesandung!”
“Ihh bawel banget sih, udah nurut aja. Sekarang maju, maju lurus tapi agak serong kiri dikiit aja.”
“Nyuruh serong segala, katanya aku jadi cowok harus setia. Gimana sih kamu tuh gak konsisten jadi cewek.”
“Serong, miring maksudnya. Bukan serong selingkuh!” teriakku.
DUG. "Aw!"
Aku tergelak, dahinya mengenai mini bar.

“Kamu nyulik aku dari kantor sore-sore gini, disuruh pake tutup mata padahal udah jelas, kamu bawa aku ke apartmenku sendiri. Kamu tau gak, aku lagi nyiapin laporan buat besok pagi? Data dari bagian QA baru dateng jam 2 siang tadi. Kalo aku gak diculik-culik kaya gini, laporan itu bisa selesai jam 8 malem ini. Aku bisa tidur nyenyak sebelum besok ketemu Pak Menteri. Tau?”
“Kalo nanti malem kan lo 'sibuk'.. gak bisa gue ganggu.” kataku, memberi penekanan pada kata sibuk.
“Nanti malem kan aku mau nyelesein laporan., Nona.”
“Berisik ah, nah duduk situ nah iya. Diem di situ. Tangannya jangan gerak-gerak!”
Dia masih ingin berceloteh tapi geramanku menghentikannya.
“Sekarang buka ikatannya!”


“Happy birthday!” seruku.
Sebuah tart bertabur cha cha warna warni dengan lilin berjumlah tiga puluh satu.

“Lo pasti lupa kalo ini hari ulang tahun lo!” kataku dengan bangga.
Dia masih terkejut. Bingung. Ahh senangnya bisa membuat dia terbengong-bengong seperti ini. Kejutanku sukses.

“Ulang tahun aku kan besok..” jawabnya.

“Hah?” kini giliran aku yang terkejut. Kulihat layar blackberry. Tertera tanggal 23 Oktober. “Beneran kok tanggal dua tiga…”

Dia terpingkal-pingkal. “Baru dijailin gitu aja udah kaget…”

Aahhh…. Menyebalkan, aku terkena lagi tipuannya. Kucubit lengannya. Kupukul bahunya.

“Nyebelin banget sih, gue udah cape-cape bikin kue kaya gini malah dijailin..”

“Uuuh sayaangg…..” katanya tersenyum menggoda seraya menyalakan satu persatu lilin. “Aku make a wish dulu nih ya, sebelum tiup lilin..”

Wusss. Aku  membantunya meniup lilin. Semua lilin sudah padam. “Semoga permintaanku terkabul ya.”

Aku mengangguk. “Sekarang potong kuenya, liat dong kue apa ini…” kuserahkan pisau kue yang kupegang sedari tadi. Segera dia memotongnya.

Wah rainbow cake! Beneran ini kamu yang bikin?” tanyanya  penuh curiga.
“Iya dong, semalaman gue bikinnya tau, sampai gak tidur! Bagus kan?”
“Bagus sih, tapi gak tau deh, enak apa enggak.”
“Berani lo bilang gak enak awas aja!” seruku sambil mencomot cha cha berwarna merah.
“Heh, maen comot-comot aja. Itu yang merah punya aku!” tangannya menepis cha cha merahku. Sedetik kemudian kami hening. Saling berpandangan.

Cincin putih yang melingkar di jari manisku dan jari manisnya berdampingan. Seolah membuyarkan kebahagiaan kami.



Ponselnya berbunyi, tanda pesan singkat masuk.

Aku segera melirik swiss army di lengan kiri. “Udah abis waktunya, gue balik dulu ya!”

Dia masih terdiam. Kudaratkan kecupan di pipinya. “Happy birthday ya, semoga pernikahan kamu nanti lancar.” Aku sambar kunci mobil dan segera berjalan keluar.

"Tunggu! Kalau kamu minta aku untuk batalin pernikahan ini, akan aku batalin sekarang juga."

***


Sayang, kamu pulang kerja jam berapa? Jadi kan ya nanti malem kita rayain ulang tahun kamu. Miss you!

Mana Sanggup

Mana sanggup aku di dekatmu
bisa meledak jantung ini kamu buat

Mana sanggup kutatap dalam matamu
bisa tenggelam aku di dalamnya

Mana sanggup kubernapas di sampingmu
tercekik tenggorokanku menghirup wangi tubuhmu


tapi pada hari nanti

pelukmu akan meredam debaran jantungku
tanganmu menggenggamku melewati waktu
dan ciummu menghangatkan hidupku

Selasa, 15 April 2014

Senja ~ Chapter 2

“Kak kenapa pikniknya sore sih? Kenapa gak pagi-pagi?”

“Namanya juga Senja. Ya sore-sore dong.”

“Jadi gimana awal mula punya ide tentang novel ini?” 

 *
Beralas tikar, di bawah pohon-pohon rindang di taman kota. Diskusi ringan buku Senja yang baru dilaunching berlangsung hangat. Diiringi petikan gitar seorang sahabat, Senja larut dalam dunianya.

Sesekali ia tertawa riang. Matanya bercahaya. Semua kesenduan saat pertama kubertemu dengannya sirna.

Ingin sesekali aku menjadi angin  yang membelai lembut rambutnya, menerpa halus kulitnya. Membisikan seluruh puisi cinta untuknya.



“Hey!”
Lamunanku buyar, gadis itu sedah berdiri di hadapanku.

“Eh Nona Manis udah selesai diskusinya?” Beberapa peserta tertawa menggoda ketika melewati kami. “Udah cantik, pinter lagi… makin cintaa deh.” Dia hanya meninju pelan lenganku. Lalu mendelik dan meninggalkanku.

“Apa, Lo?” jawabnya, santai.

“Tuh kan udah ditemenin malah ngeloyor gitu aja.” Aku merajuk.

“Genit bener sih lu jadi orang! Males gue”

Aku menarik lengannya. “Siapa yang genit sih? Aku kan cuma berkata jujur, Sayang”

Dia melepaskan tanganku. “Sayang-sayang, semua cewek aja lu panggil sayang. Gombalan lu gak ngefek buat gue. Basi!”

“Tapi aku serius tau sama kamu. Sumpah.” Dua jari kubentuk menyerupai huruf V.

Whatsoever.”


“Kamu kenapa sih, ga pernah percaya sama aku?”

“Percaya apa?”

“Percaya kalo aku sayang kamu.”

“Lah, lo tiap hari ngomong sayang-sayang begitu juga sama semua perempuan.”



“Kamu tuh ga pernah ngasih aku kesempatan sih.”

“Kesempatan? Dana umum, keless? Main monopoli sana!”

Tarikkan tanganku kini agak erat agar kali ini dia menghentikan langkahnya. Mendengarkanku baik-baik.

“Kayaknya kamu akan lebih ngasih dua- tiga kali kesempatan bagi pria brengsek manapun kecuali aku.” Dia bengong atau bingung, entah. “Iya, kamu akan menerima pria brengsek manapun yang akan main-main sama kamu, bahkan bisa ngasih kesempatan lagi untuk dia nyakitin kamu. Tapi kamu gak akan pernaah ngasih aku kesempatan untuk menunjukkan keseriusan aku. Iya kan?”

Senja tampak kaget. Dan bingung. “Udah selesai ngomongnya?” dia menghentikan taksi. “Makasih ya udah nemenin. Gue ada perlu dulu, daah.” Lalu meninggalkanku begitu saja.


***

Rabu, 02 April 2014

Senja ~ Chapter 1

Pada suatu senja di bulan Mei. Gadis itu terpaku di tepi pantai, mencium rakus amis laut dan menatap lurus ujung horison. Garis batas langit dan laut.

Jemari telanjang menelusup ke dalam pasir. Hangat. Kulit melegam terpanggang matahari. Sudah seharian dia belum juga beranjak.


Secarik surat ada dalam genggamannya.


Pada senja kutitipkan sebuah kehangatan
Penantian akan pulang
Sirnanya kesenduan
Cinta


Gadis itu lalu berdiri. Mendekap surat dalam-dalam. Tersenyum ke arah surya yang tenggelam. Berjalan menuju tepian pantai. Senyumnya mengembang. Terus melangkah. Riak-riak ombak tak menghalanginya. Berat-berat kakinya terus bergerak. Air laut sudah sampai sedadanya.



“Nona! Berhenti Nona!!”



**

Jumat, 14 Februari 2014

Digoyang Pantura

Rencana meggoyang Pantura tinggalah rencana, yang ada hati daku yang digoyang-goyang.


Selembar undangan pernikahan dari teman dekat menjadi alibi untuk jalan-jalan ke Pantura. Sebenarnya sih gak se-Pantura-Pantura banget. Cuma Sumedang-Majalengka-Cirebon-Kuningan. Ya namanya ada undangan ke luar kota, weekend pula, sayang banget dong kalo gak sekalian dipake ngider. Teu kaop kalo temenku bilang. Teu kaop aya celah jang ulin, pasti langsung indit. (--,) he he he.

Rencananya hari pertama ikut rombongan temen kantor. Rutenya Sumedang-Majalengka-Cirebon. Alhamdulillaah lancar. Berangkat jam 5 Teng. Iya, kita memberlakukan Tenggo. Jam 5 Teng langsung Go, untuk menghindari macet, telat dan hal-hal menyebalkan lainnya. Mampir dulu ke Majalengka, nengok yang sakit eh malah dibekelin makanan. Hehehe. Rezeki ya cyn.

Perjalanan dilanjutkan, langsung ke tempat kondangan. Alhamdulillaah nyampe sana pas laper, pas makanan lagi banyak-banyaknya. Segala makanan khas Cirebon disajikan. Mie koclok, empal gentong, tahu gejrot, segala rupa you named it pokoknya. Perut sudah kenyang, perjalanan akan dilanjutkan dengan wisata belanja.. Kita semua masuk ke bus, udah absen semua tapi kok gak jalan-jalan ya… Ternyata oh ternyata busnya amblas. Di parkiran. Yasalaaam… HAHAHAHAHAA!

Sekitar satu setengah jam sampai akhirnya mobil derek datang, kita semua udah selesai istirahat dan shalat Zuhur, jadi lebih enakan sih. Perjalanan dilanjutkan ke pasar Pagi. Biarpun udah siang bolong namanya tetap Pasar Pagi.

Gapit, sarang madu, emping dan lain-lain sudah masuk ke dus.

Mbak penjual: Mbak, ini sudah masuk semua ya. Mau ditulis atas nama siapa?
Daku: Atas Nama Cinta
Mbaknya: Okeyfain.
ATAS NAMA CINTA

Cirebon lagi panas-panasnya saat itu, kayak hati yang lagi gerah lihat gebetan ngobrol ama mantannya. Segelas es dawet menjadi penyejuk, SERRR enak adem, apalagi itu esnya dibayarin ama temenku.

Seolah kurang dramatis, lagi ngelamunin gebetan yang lagi sama mantannya itu tiba-tiba saja hujan turun. BYURR. Kami langsung berlarian menuju bus. PPFFTTT.  Tujuan selanjutnya adalah Desa Batik Trusmi. Trusmi it works. *halah*

Belanjaan sudah di tangan, bus  rombongan akan kembali ke Bandung. Daku? Tentu saja daku dan dua teman ngebolang turun dan memisahkan diri dari rombongan. Bye bye! ^^

Lalu kemanakah tujuan kami bertiga selanjutnya? Hotel belum booking, mobil rentalan baru ada besok pagi, oleh-oleh dan tentengan udah segambrengan. Makan! Itulah jawabannya. Kami pun menuju salah satu tempat empal gentong terkemuka di Cirebon. Haji siapaa gitu, lupa daku. Hehehe.

Semangkuk empal asem sudah di perut, badan juga sudah minta istirahat. Kasur Mana Kasur?? Referensi hotel yang kami punya di antaranya adalah Amaris dan Sidodadi di jalan Siliwangi, tepat di samping pintu stasiun Cirebon. Tapi kami lebih memilih Hotel Slamet yang terletak persis di seberang hotel Amaris karena...  harganya… sepertiga dari harga Amaris. HAHAHAHAHAAHA!

Tempatnya cukup nyaman apalagi jika dibandingkan dengan harganya. Satu kamar ada 2 bed dengan fasilitas fan, teve dan kamar mandi dengan kloset duduk. Bersih dan tidak spooky. Plus dapat jatah sarapan pula.
HAPPY TUMMY

Setelah istirahat, mandi, shalat Maghrib dan Isya, tujuan kami berikutnya adalah wisata kuliner. Makan lagi? Tentu saja! Nasi Jamblang Mang Dul yang berada persis di sebrang Grage Mall menjadi pemberhentian berikutnya. Selesai makan, sepertinya masih ada space di perut kami. Sambil gigitin es lilin kami jajan Tahu Tegal. Tahu yang dipotong kecil lalu dilapisi tepung kanji. Enak. Malam makin larut, perjalanan ditutup dengan naik becak sepuluhribueun.
LAH ABANG BECAKNYA MANAA?

Ketukan bellboy yang mengirim sarapan ke kamar membangunkan daku. Sudah jam tujuh pagi. Tenang aja, mobil nanti jemput jam delapan kok. TAPI KAN DAKU BELUM MANDI YA. Bergegaslah segera mempercantik diri dan sarapan nasi kuning yang disediakan hotel. Rencananya kalau kami bangun lebih pagi, pengin foto-foto dulu di stasiun, tapi ya namanya juga bangun kesiangan, lha ya piye..

Jam delapan tepat, driver sudah menjemput.

Mas Rental: Ada yang mau dicari lagi ndak di Cirebon? Apa mau langsung ke Kuningan?
Daku: Saya sih enggak. *ngelirik temen cowok*
Temen: Hehehe iya, saya mau ke Trusmi lagi.
TUH KAAN SIAPA BILANG DOYAN BELANJA ITU HANYA MILIK KAUM PEREMPUAN. HIH.
BELANJA CYN?

Tempat pertama yang kami kunjungi di Kuningan adalah Linggarjati. Sebuah wisata alam dan sejarah.
BEBEK GOWES

IKAN DEWA

Next stop yaitu….. belanja oleh-oleh lagi. Sebuah toko bernama Teh Diah.
CALON ISTRI BINANGKIT

YANG FIGURA ORANYE ITU TEH DIAH, YANG KERUDUNG ORANYE TEH NAGA

Lalu kami menuju Sangkan Hurip, ada wisata alamnya ada juga waterboom.
MBAH MINTA DUWIT SEKARUNG

ALAY-ING EVERYWHERE

ECOPOT COPOT COPOT KAGET GUE BOK

BELAKANGKU ITU GUNUNG CIREMAI ^^

Lanjut ke Waduk Dharma.



Pulang dari Waduk Dharma, daku dapat berita buruk soal keadaan Mamah. Maka rencana kuliner di Kadipaten dan Sumedang pun diurungkan, Mas Driver menginjak pedal gas dan bergegas menuju Bandung. Rasanya tak karuan, lemas, sedih, bingung, kesal, seperti melayang. Esoknya Mamah dilarikan ke Rumah Sakit karena gula darahnya tinggi sampai 519. Alhamdulillaah setelah 5 hari dirawat Mamahku sayang sudah bisa pulang ke rumah.

Jadi bagaimana rasanya hatiku ini tidak digoyang-goyang. Lagi jalan-jalan tiba-tiba ada kabar buruk. Rasanya seperti naik ontang-anting. Goyang-goyang gak karuan. Never gonna forget this trip.


Sampai jumpa di vacation selanjutnya! 

Senin, 10 Februari 2014

Untuk Ayah Yang Cemas Akan Calon Menantunya

Tenanglah, Ayah. Ia akan segera datang.

Sudah menjadi janji-Nya bahwa tiap manusia ditakdirkan berpasang-pasangan. Tak usah ragu akan hal itu.
Izinkan hatiku sedikit berkelana, ketika segalanya dirasa pas, akan kubawa ia pulang. Ia akan menghadapmu, memintaku padamu, berjanji akan mencintaiku seumur hidupnya, membahagiakanku sampai waktu yang tidak terbatas.

Ia yang akan membukakan pintu bahkan ia yang akan mengantarku pulang sehingga tak usah lagi kau terkantuk-kantuk cemas menantiku jika aku pulang telat. Ia yang akan memasakkan untukku jika aku sedang malas makan, sehingga tak usah lagi kau terbangun di malam hari karena rengekanku yang ingin makan ini itu. Ia yang akan menghalau tikus-tikus menyebalkan  sehingga tak usah lagi kau mengobrak-abrik dapur ketika aku berteriak jijik melihat binatang itu. Ia yang akan menyiapkan lampu darurat ketika tengah malam listrik mati sehingga tak usah lagi kau terbangun mencari dan menyalakan lilin ketika aku menangis ketakutan karena kegelapan.

Tak ada satupun permintaanku yang tak dikabulkan oleh-Nya melalui peluh dan ridhomu, bukan? Sepsang sepatu roda berwarna kuning, liburan tiap tahun hingga gelar sarjanaku.

Tenanglah, semudah membalikan telapak tangan, ketika saat itu tiba, ia akan menemuimu. Menjadikanku ratunya, menjadikanku wanita yang sempurna


Ketjup,

-Putri kecil kesayanganmu 

Senin, 03 Februari 2014

Dear Connie

Dear Connie,

Saat pertama tahu namaku akan bersanding dengan namamu di sebuah buku berjudul Solemate, aku bahagia. Seseorang yang kufollow sudah cukup lama. Seseorang yang aku kagumi.
Dari twitter aku tahu kalau kamu mengurus pria kesayanganmu. Cintamu mengingatkanku pada pria kesayanganku juga, cinta kita sama besar kurasa pada mereka.

Dear Connie,

Entah hatimu terbuat dari apa, ketabahanmu seringkali melecut semangatku. Your parents will so proud of you. My deep condolences, Connie.

By the way aku suka sekali avatar twittermu, cantik sekali seperti Hello Kitty.

Ketjup,

F

Minggu, 02 Februari 2014

Diam-Diam Suka

Akhi,

Kuberi tahu rahasia besar ya. Begini, entah mengapa tiap di hadapanmu mulutku terkunci rapat, pipiku merona, perutku seperti terobrak-abrik tak karuan. Persis seperti tiap-tiap aku jatuh cinta. Jangan senyum membaca surat ini. Jangan. Bisa kaku dibuatku kalau melihatmu tersenyum.
Tapi siapakah aku, yang hanya berani mengagumimu diam-diam.
Diam-diam meminta Tuhan untuk mempertemukan kita lagi.
Pertemuan yang seolah tak disengaja padahal kutahu benar ini sesuai dengan yang kudiskusikan dengan-Nya.
Diskusi pada suatu pagi di Masjid Nabawi.
Ah, Akhi.

Salam,

F

Kamis, 23 Januari 2014

Keajaiban Kecil di Baitullah

Sekali lagi kubilang, mimpi aja aku gak pernah bisa menginjakkan kaki ke Baitullah. Ka’bah yang selama ini cuma kulihat di sajadah ketika bersujud menghadap-Nya, kini berdiri tepat di hadapanku.
*

Mengambil miqat dari Bir Ali, perjalanan umrah dari Madinah ke Mekkah dimulai selepas shalat Zuhur di Masjid Nabawi. Perasaanku tak karuan, takut sekali jika melakukan kesalahan. Istighfar dan talbiyah dilantunkan bergantian di dalam hati, sering air mata tiba-tiba mengalir begitu saja.

Sampai di Mekkah kami langsung ke hotel untuk bersiap, karena sudah dalam keadaan ihram maka tidak disarankan untuk mandi, jadi kami hanya makan dan mengambil wudhu. Setelah semua siap, tepat tengah malam kami berjalan menuju Masjidil Haram, formasi barisan untuk tawaf disiapkan, pria berdiri di barisan luar untuk menjaga sepuh-sepuh. Aku? Karena kebanyakan jamaah di rombonganku adalah perempuan yang sudah lanjut usia, jadi aku juga ditaruh di barisan luar, ikut menjaga rombongan.

Di depanku seorang bapak membawa ibunya yang sudah sepuh. Si Nenek ini sengaja dibelikan kursi roda ketika akan berangkat umrah, tapi beliau bersikeras bahwa ketika tawaf ingin berjalan, tak mau didorong. “Ngke wae mun sa’i.” Nanti aja kalau sa’i. ketika di Gate 1 Masjidil Haram, Askar mengambil kursi rodanya, karena kursi roda hanya diijinkan di lantai atas. Si Bapak menyerahkannya pasrah, karena sang ibunda keukeuh ingin ikut rombongan tawaf di bawah.

Beberapa jamaah memelukku dan menangis terharu, “Neng, Ibu bisa liat langsung Baitullah..”. aku hanya memeluknya, ingin rasanya ikutan menangis tapi kutahan saja. Setiap langkah diiringi talbiyah hingga kami sampai tepat di hadapan Ka’bah. Air mata yang kutahan sedari tadi tak bisa kubendung lagi, semuanya tumpah ruah, rasanya campur aduk.



Tak ada yang keluar dari mulutku selain rasa syukur, lagi, doa yang sudah disiapkan lupa semuanya. Aku hanya bisa bersyukur, bersyukur dan bersyukur. “Makasih ya Allah sudah dikasih kesempatan bisa lihat Ka’bah..”

Tawaf di malam hari memang tidak sepenuh pagi atau sore hari, tapi bukan berarti lowong. Kami tetap berdesakan, terutama ketika menuju Hijr Ismail. Melihat kerumunan yang berjejal, sempat merasa tidak yakin, apalagi di sampingku banyak ibu yang sudah sepuh. Bismillah kulangkahkan kaki menyusuri batas marmer itu. “Terus pegang sini ya bu, ikutin Yayang.” Kataku pada mereka.

Setiap ada space untuk shalat kusuruh mereka isi, lalu ada space di sebelah wanita Arab yang duduk di kursi sambil berdoa. Kutunaikan shalat sunat dua rakaat, kulantunkan doa dalam sujudku secepatnya, karena takut jika ada yang mendorong atau menginjak. Sampai kututup amiin, tak ada satupun yang bahkan mendorongku, kulihat di sebelah, ternyata ada dua perempuan Arab juga yang memakai kursi diam di sisi kiri dan belakangku. Aku jadi terlindungi oleh mereka. Kesempatan ini tak disia-siakan, kuteruskan doa dan syukur kepada-Nya.

Lalu aku bergerak ke Multazam, aku tidak ikut dorong-dorongan seperti yang lain. Ingat pesan atasanku di kantor, “Jangan memaksakan diri ingin duluan, yang duluan belum tentu baik. Sabar.” Aku mengikuti gerakan massa, benar, tak lama ada space kosong dan aku bisa berdiri menyentuh Multazam. Sebenarnya pintu Ka'bah ini cukup tinggi, kalau dilihat secara logika, tak mungkin aku bisa menggapainya. Tapi entah karena dorongan dari mana, aku bisa menyentuh dan berdoa cukup lama. Di sampingku ada salah satu nenek yang satu rombongan denganku. Nenek yang kursi rodanya diambil Askar.  “Ibu mau maju?” beliau mengangguk. Bismillah, kutarik beliau dan ternyata beliau juga bisa sampai menyentuh Multazam. Alhamdulillaah.

Selesai di Multazam, peer berikutnya adalah keluar dari Hijr Ismail, jamaah semakin penuh. Aku harus bawa nenek ini keluar area tawaf. “Bu, peluk Yayang ya, kita keluar lewat sini.” Kataku memintanya memelukku dari belakang. Beliau mengangguk, lalu melingkarkan tangannya ke dadaku. Kukepit erat lalu berjalan menerobos lautan jamaah. Rasanya seperti terbang, dengan istighfar dan keyakinan kepada-Nya kami bisa sampai ke luar area tawaf. Si Nenek memelukku sambil menangis, “Nuhun nya, Neng..” Aku mengangguk dan memeluknya. “Emak teh, da teu tiasa papah. Ieu sampean teh nyeri. Tapi di dieu jadi tiasa papah deui..” Emak sebenernya gak bisa jalan karena sakit kaki tapi di sini jadi bisa jalan lagi.

Sampai kami kembali ke Indonesia, kursi roda itu tak kembali, tapi si Nenek bisa berjalan kembali. Keajaiban? Kurasa.


Ps: Foto-foto lainnya bisa dilihat di IG: @tetehna9a

Rabu, 22 Januari 2014

Jatuh Cinta di Madinah

Jujur aja, umrah gak termasuk di list teratas rencana perjalanan gue. Cap paspor dan visa pertama yang gue bayangkan bukan dari kerajaan Arab Saudi. Dengan ekspektasi yang tidak besar maka berangkatlah gue awal tahun 2014 ini.

Pertengahan tahun 2013 gue agak kepikiran sih untuk umrah, kayaknya lucu gitu, belon kewong tapi udah bisa umrah, tapi perginya entah kapan, untuk itu iseng bikin tabungan umrah di salah satu bank syariah terkemuka di Indonesia. Rencananya mungkin 2 tahunan lagi lah, sama Ayah kalo bisa.

Sekitaran Agustus, alhamdulillaah dapet rezeki yang agak lumayan, langsung dong ngerencanain liburan. Ada beberapa Negara yang menjadi bidikan, temen seperjalanan pun sudah diwacanakan. Tiba-tiba Mamah ngomong gini: “Kenapa gak umrah aja, Yang?”. Tanpa pikir panjang gue jawab: “Oh, gitu ya? Ya udah jalan-jalannya ke Mekkah dan Madinah aja deh!” –begitulah si impulsive bertindak-

Gue sih penginnya berangkat bulan Oktober-November, jadi ceritanya ulang tahun di Mekkah. Hahahaha! Tapi yang gak gue tahu, bulan itu ada hajian, jadi semua travel baru ada jadwal umrahnya paling enggak akhir Desember. Trus temen gue bilang, Desember itu puncak musim dingin, lebih baik gue berangkat Februari-Maret. Laahh lama amat? Keburu gak semangat lagi >.<

Long short story, takdir mempertemukan gue dengan travel milik kerabat keluarga. Harga oke, paket oke dan jadwalnya Januari, lumayanlah gak lama-lama amat, sekalian nyiapin diri aja gitu sambil nunggu keberangkatan.

Hari pengajuan cuti pun tiba, gue menghadap sang manajer.

Gue: Pak, mo ijin cuti
Manajer: Mo kawin?
G: Bukan, mau pergi
M: Pergi ke mana?
G: Umrah..
M: HUAUHAUHAHAHAHAHAHAAHAHHAHAHAA
G: Pak…
M: Gak usah bohong lah sama saya, emangnya kamu mau ke mana sih? Jalan-jalan kan? Ke mana? Ostrali?
G: *geleng-geleng*
M: Oh, itu ya.. Kalimantan, Derawan?
G: Bukaan…
M: Hmmmm Saya tau, pasti mo diving ke Raja Ampat!
G: Suer pak, saya bukan..
M: Halah, saya tau kamu tuh tukang ke pantai, mau diving, pasti ke Raja Ampat. No! gak boleh.
G: Sueerrr…. Saya mau umrah atuh Pak..
M: *mendelik* Elu mah ga ada tampang mau umrah.. *kemudian berlalu*
G: …………………..

Begitulah percakapan ketika gue mau mengajukan cuti kepada sang manajer. Dengan tampang memelas, gue nyoba menyakinkan lagi.
G: Nanti dibeliin oleh-oleh deh.
M: Bisa beli di Pasar Baru
G: Nanti aku poto-poto di Ka’bah
M: Kamu mah jago potosop, palingan entar ngedit-ngedit.
G: …………………………………………………………

**
Surat izin cuti di tangan, semua kelengkapan dokumen perjalanan juga sudah siap. Mental gimana mental?
Diiringi isak tangis haru keluarga, gue berangkat dari Bandung jumat pagi, sepanjang hidup tiap jalan-jalan kemanapun rasanya gak pernah sampe seterharu ini, entah kenapa..

Flight dari Cengkareng pukul 18:35 menggunakan Qatar airlines, transit di Doha selama 1 jam yang berarti turun pesawat, langsung naik bus transit dan langsung masuk boarding gate cus ke pesawat selanjutnya menuju Jeddah.

Sampai di Jeddah jam 3 subuh, barisan imigrasi perempuan jauh lebih cepat dibanding barisan laki-laki. Jadi kami gadis-gadis cantik ini menunggui rombongan laki-laki sampe kurang lebih satu setengah jam. Jam menunjukkan pukul 04:35 waktu setempat, dengan sotoy kami pun mengambil wudhu dan shalat di bandara. Arah qiblat diberi tahu oleh Aa Wifi

Jam setengah enam semua rombongan udah berkumpul, kami akan segera lanjut ke Madinah. Keluar bandara ada suara azan. Azan??

Pembimbing di Madinah ngasih tau kalo azan di sana jam enam-an gitu. Jadi tadi kita shalat apa?? Hahahahaahahaha! Dan kenapa si aa wifi ngebiarin kita shalat? Ummm mungkin dikiranya kita shalat tahajud kali yes… hmmm…
Subuh di Jeddah


Ya udah, kita shalat lagi aja di jalan. Gue pun segera ke kiri badan bus.

G: Pak, ini gimana cara masuknya? *ngopek-ngpek handle pintu*
Pak Ustaz: pintunya sebelah kanan, Neng..itu pintu supir.
~Oh ternyata di Arab pintu penumpang di sebelah kanan, gak kayak di Endonesa…. Yasalam, akoh malu akoh..

Jarak Jeddah-Madinah kurang lebih 450 Km, jauh ye bok. Tapi ditempuh dalam waktu kurang dari 5 jam aja, karena di sana jalanannya lebar dan  lurus… kayak jalan tol.. gak ada motor yang nyelap-nyelip.
Jeddah-Madinah


Begitu masuk area Haram, Ustaz mengajak kami membacakan shalawat, Assalamualaika Ya Rasulullaah.. seketika air mata gue mengalir, merinding dan sangat terharu, hati gue sepertinya tersentuh, entah oleh Zat apa.

Alhamdulillaah begitu sampai, waktu masih sekitar pukul sebelas, sebelum shalat Zuhur, jadi pertama kali shalat di Madinah langsung shalat di Masjid Nabawi yang letaknya tepat di depan hotel.

Doa-doa yang udah disiapkan seketika nge-blank. Yang ada cuma rasa syukur bisa dikasih kesempatan menginjakkan kaki di Masjid kesayangan Nabi Muhammad, di mana di dalamnya ada makam Beliau beserta sahabat-sahabatnya.






Gue gak pernah ngerti kenapa orang-orang ingin sekali ke Tanah Suci, sampai gue datang sendiri ke tempat ini. Dan, Gue jatuh cinta.

(Bukan) Gombalan Arab

Di suatu subuh, di kota Jeddah, setelah belasan jam berada di udara, seorang socmed addict udah sakaw ngepet.

“Wifi bandara pada diprotek ih, pan eike pengin check in path”

Gadis itu memperhatikan sekelilingnya, tampak ada pria arab muda berdiri dengan gagahnya di salah satu counter.

“Excuse me, can I have wifi password?”
“Wifi?”
“Yes, wifi.”
“Oh, *&^% take this *&#$%^& as wifi.” Aa Arab menjawab dengan logatnya.

Unnggggg…. Ape? Jadiin wife? Hah? Gombalan pertama di Arab Saudi…

Si Aa Arab nunjukin tablet-nya, “Almaimani”


Ooh, jetlag membuat pendengaranku agak-agak kacau rupanya.. Si Aa Wifi pun memberikan password wifi dan membiarkanku ngepet sepuasnya…