Jumat, 18 Oktober 2013

i do

Sayang,
Boleh ya kusematkan cincin emas putih ini
Tak bertabur berlian
Karena seingatku kamu tak ingin seperti ibu-ibu berjilbab bak toko mas berjalan yang kita tertawakan dahulu

Sayang,
Berdirilah di sampingku
Di sebuah pernikahan sederhana
Di tengah kebahagiaan keluarga dan sahabat kita
Pernikahan bernuansa putih
Kita berdansa, menghampiri tetamu
Resepsi yang menyenangkan
Banyak makanan enak
Lagu-lagu yang kita suka

Sayang,
Jadilah teman hidupku
Yang akan kupeluk hingga tertidur
Yang ada di sisiku ketika kuterbangun
Sahabat terbaikku
Tempatku membagi semua cerita hidupku
Pacarku
Melewati semua kisah romantis sepanjang hidup
Ibu dari anak-anakku
Yang akan mencintai dengan sepenuh hati,
Mengajari semua pelajaran hidup
Mengomeli mereka kalau bandel

Sayang,
Mau ya jadi istriku?


Pria yang tak pernah romantis ini membuat air mataku meleleh, aku mengangguk dan membiarkan kekasihku menyematkan cincin itu di jariku. 
I do.


                                                             *sambil mendengarkan Be My Wife*

Selasa, 24 September 2013

Kirana - Chapter 4

“Emangnya si Rama ngapain elu sih?”
“Umm..”
“Sebrengsek apa sih dia? Dia nyakitin elu? Selingkuh? Punya cewek lagi? Bohongin elu? Atau..berbuat gak senonoh?”


Tak ada satupun pertanyaan Katy yang bisa kujawab. Aku hanya bisa termenung di samping jendela bus yang kutumpangi dengan ponsel yang masih bertengger di kuping kiri. Ini hari pertamaku bekerja.

Pagi tadi Katy mengabari kalau muka Rama bonyok. Entah apa yang dilakukannya sehingga seorang pria melayangkan bogem mentah di muka Rama hingga hidung mancungnya patah dan harus dibawa ke Rumah Sakit. Rumor yang beredar karena Rama sudah membuat patah hati adiknya. Usut punya usut pria itu adalah Malik. Kakakku.
*
Aku memutuskan untuk mengambil tawaran pekerjaan di Jogja. Kota yang menurutku sangat tepat untuk keadaanku saat ini. Cukup tenang, tidak terlalu bising seperti Bandung apalagi Jakarta.

Mama, Papa dan Kak Malik melepas kepergianku dengan penuh tanda tanya. Aku si gadis manja yang dua puluh tahun lebih hidup nyaman di Bandung, di tengah pelukan kehangatan keluarga tiba-tiba memutuskan untuk bekerja dan pindah ke luar kota.
*

Apa salah Rama? Entahlah. Yang kuingat setelah hari-hari yang begitu indah kemudian semuanya terasa hambar. Rama tak pernah lagi menemuiku, sekadar menjemputku atau menghubungiku. Dia hanya hilang. Lenyap begitu saja.

Dari Katy kutahu dia sedang dinas di luar kota. Kota yang menurutku sudah cukup modern, tidak akan miskin sinyal, terjamah internet dan hanya memakan empat jam perjalanan pulang. Tapi dia tak ada kabar.

Aku bukannya tanpa usaha menghubungi dia. BBM, SMS, telepon semua tidak ada sahutan. Pencarianku terhenti ketika menghubungi telepon rumahnya. Ibunya yang mengangkat, “Dari Kirana? Kirana siapa ya?”

Iya, Kirana siapa? Kirana siapanya Rama?

Setelah berbulan-bulan jalan bareng dan bersikap seperti pacar.. Eh wait, seperti pacar? Ini kata kuncinya. Mungkin memang kami ini baru hanya seperti pacar. Belum pacaran. Rama memang belum menembakku, tapi please deh, kami bukan anak SMA lagi yang perlu kalimat tembakan “kamu mau jadi pacarku?” untuk jadi sepasang kekasih, bukan? Bukan. E n t a h.

Sejak saat itu aku berhenti mencarinya.

Hingga suatu hari semesta mempertemukan aku dan Rama. Di sebuah café, saat itu aku bersama Katy sedang berbuka puasa. Rama yang datang bersama teman-teman sekolahnya menghamipiri meja kami sejenak, mengobrol dan bercanda seolah tidak ada apa-apa. Atau mungkin memang tidak ada apa-apa? Katy menyangka hubungan kami berjalan baik. Entah definisi baik seperti apa yang dia pikirkan.

Honestly, aku bingung dengan sikapnya. Kenapa dia bisa setenang itu. Tidak pernah ada kabar, tidak pernah menjawab pesan-pesanku tapi ketika bertemu bersikap biasa saja.
*

“Kamu ke mana aja? Ditelepon, sms, bbm. Semua gak ada jawaban. Kamu ngehindarin aku? Salah aku apa?” cecarku.
“Aku dijodohin..” jawabnya menunduk.
Seketika aku tersedak. “Kalau mau ninggalin aku, cari alasan yang gak sekonyol ini.” Lalu aku meninggalkannya.
**




Rabu, 18 September 2013

Biarkan Rasa

quote atau pepatah mengenai patah hati tak ternah terlintas di garis waktuku

kalaupun ada, sudah pasti terlewati begitu saja

sepertii sahabatku pernah berkata, kamu takkan pernah mendengarkan perkataan siapapun ketika jatuh cinta, pun patah hati

jadi kini kubiarkan saja nano-nano rasa itu menari di hati

Minggu, 15 September 2013

Jika

Jika
Kamu memutuskan untuk pergi
Aku akan tetap tinggal
Jika
Kamu memilih bersama dia
Aku akan tetap tinggal
Jika
Kamu nanti merinduku
Kembalilah
Karena aku tetap tinggal
Jika
Kamu tak menemukan yang kamu cari
Kembalilah
Karena aku akan tetap tinggal
Jika
Kamu merasa hanya khilaf
Kembalilah
Karena aku akan tetap tinggal
Jika
Kamu merasa cintaku lebih besar darinya
Kembalilah
Karena aku akan tetap tinggal
Jika
Kamu ingin kembali
Kembalilah
Aku akan tetap tinggal

#gerakanmenolakmoveon


Selasa, 10 September 2013

#tititrip Tiba-Tiba NgeTrip: Garut

Tititrip. Tiba-tiba ngetrip kali ini: GARUT!

Sabtu sore yang cerah, sepulang lembur, daku gegoleran manja di ranjang tercinta sampai kemudian telepon dari sang partner in crime masuk. Desye lagi perjalanan menuju Bandung.

PIC (Partner in Crime): 9a,  wisata alam apa ya di Bandung?
FaN (Fani alias Na9a): Emmhhh byasaa dehhh…
PIC: bla..bla..bla..
FaN: bla..bla..bla

Long sort story (labil banget sih, mo cerita lengkap tapi keburu males) ceritanya si PiC jemput daku di malam minggu. Daku yang mengira kami hanya akan jalan di seputaran Bandung ternyata dikejutkan dengan perubahan tujuan.

Emang sih ya.. Kan, dalam hidup ini suka adaaa aja perubahan tujuan. Awalnya mau membangun hubungan bersama sampai ke jenjang pernikahan eh tiba-tiba ada yang ingin mengubah haluan. Gak, ini bukan curcol. Oke lanjut!

Ketika jam digital memampangkan angka 09:20,  nasi kuning di pinggir jalan pasir koja itu telah habis masuk ke dalam perut. Perjalanan dimulai. Kami cus menuju tol moh toha. Jam sebelasan kita sudah ada di persimpangan ke arah Kampung Sampireun. Sesuai feeling kami ambil jalan lurus, gak belok ke arah  Kampung Sampireun.

Dipandu GPS, kami berjalan di tengah kegelapan dan keheningan malam Garut. Teruuus aja lurus, biarpun gak yakin. Sampai bertemu dengan jembatan besar, ketidakpedean itu makin menjadi. Kendaraan makin sedikit, manusia tidak kami jumpai, jam juga sudah menyentuh angka dua belas. OMG untung kami berada di dalam mobil, kalo di kandang ayam pasti sudah digerebek hansip. *apeu*

Gak seru kan ya kalo ngetrip ga ada drama, nah ketidakpedean itu membawa kami balik arah. Iya, balik lagi, karena takut tiba-tiba udah ada di Jawa Tengah aja gitu..

Sekitar 4 KM balik arah, akhirnya di gang sempit ketemu juga sama manusia (mudah-mudahan sih ya dia beneran manusia), dia ngasih tahu jalan menuju Darajat. Ternyata…… jalan yang kita tempuh tadi itu memang benar. Yuks mareee kita balik lagi ke jalanan yang sama. Yang makin sepi. Karena gak pede lagi, kami memutuskan kembali bertanya, kali ini kepada seorang penjual martabak.

Me: “Kang, ai Darajat ka palih mana nya?”
Kang Martabak Tengah Malem Masih Jualan (KMTMMJ): Oh ka palih ditu (nunjuk ke arah kami datang) 
Me: Oh kelewatan ya?
KMTMMJ: Kelewatan gimana sih maksud kamu? Aku kan Cuma nunjukin jalan biasa aja iya teh, kembali lagi ka pasar teras lurus weh sampe ka aya ieu tah nu kieu naon namina? BNI, ATM BNI langsung belok kiri, teraaas we ka luhur.
Me: Oh kitu, hatur nuhun atuh nya
KMTMMJ: Muhun mangga teh.

Lalu kami pun kembali balik arah, melewati pasar, mencari jejak-jejak kehidupan yang tersisa. *halah*
Pasar, kampung, sawah sudah kami lewati, tak ada satupun ATM BNI yang kami jumpai. Ketidakpedean kembali muncul setelah setengah jam perjalanan kami tak menemui petunjuk apapun. Malam makin mencekam, desir angin kian berhembus kencang lalu tiba-tiba…….

Ada sebuah mobil bak terbuka yang lampunya menyala, tampaknya sang pengemudi hendak meninggalkan parkiran. Dengan penuh kehati-hatian kami pun kembali bertanya, apakah jalan yang kami tempuh ini benar atau tidak.

Me: Kang, pami ka Darajat leres ka dieu?
Sang Pengemudi Bak Terbuka (SPBT): Iya Iya
Me: Jalannya masih lurus?
SPBT: Bisa Jadi Bisa Jadi
Me: Masih jauh?
SPBT: Tidak Tidak

Setelah melempar helm eat bulaga Sang Pengemudi Bak Terbuka pun mengatakan kalau perjalanan tinggal sekitar sejaman lagi. HAH? Sejam? Udah tengah malem gini masih harus sejam lagi…. Nanti di pasar belok kiri, ada plang “Pasir Berbisik Wangi”.

Sekitar 2 kilometer kemudian kami menemukan sebuah ATM BRI. ATM BRI sodarah-sodarahhh bukan ATM BNI seperti yang dikatakan Kang Martabak Tengah Malem Masih Jualan tea. Di situ ada dua tukang ojek, kami pun kembali bertanya. Ah tak apalah ya, banyak bertanya, dari pada banyak utang. (?)

Tukang ojek mengiyakan arah kami, benar, kami belok kiri di situ, menuju puncak gemilang cahaya mengukir cita seindah asa Darajat. Ya namanya puncak, berarti emang harus naik gunung. Tinggiii tinggi sekali.

Setelah melawati tanjakan super, bertemu dengan AKASI-AKASI yang ngebut seenaknye, AKHIRNYA KAMI SAMPAI DAN OH MY GOD DINGIN BINGIT OH MY GOD! Bahkan lantai rumah tempat kami menginap pun dinginnya serasa es batu. Untunglah di rumah sewa seharga 450 ribu/malam ini banyak karpet, jadi daku bisa memasangnya dan melompat-lompat melewati lantai keramik seolah sedang bermain benteng takeshi. *apeu*

Rumahnya lumayan enak, terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang tv, 1 dapur lengkap dengan kompor dan lain-lain, 1 kamar mandi yang airnya super dingin dan juga rumah ini banyak selimut. Oya ada kasur Palembang juga yang disediakan, jadi bisa nampung banyakan lah. Nginep di Darajat artinya harus prepare jaket dan kaos kaki, karena eh karena rencana ini mendadak dan kami tak terlalu memahami medan maka tak satupun dari kami berempat yang membawanya. Alhasil semalaman kami menggigil kedinginan.
Setengah enam pagi daku terbangun untuk shalat dan melihat keadaan di luar. Maklum, kami kan datengnya menjelang dini hari jadi tak ada satupun pemandangan yang kami lihat. Dan inilah yang terlihat…



Jajanan di warung sekitar masih sangat murah, gorengan seperti bala-bala, pisang goreng dan ubi goring masih seharga 500 rupiah. Huwow! Tepat jam 7 pagi kami ke area pemandian air hangat, gak nyangka kalau tempatnya sebesar ini..


Bukit yang masih berselimut kabut....


Gak sia-sia kan perjalanan jauh dan penuh drama kalau pemandangannya kayak giniiii...



oh iya kalo ke Garut jangan lupa beli ini...


Kamis, 29 Agustus 2013

Kirana - Yang Kutahu Cinta Itu Indah

kukira pada saat kujatuhkan hati ini
kamu akan menangkapnya
lalu kita akan mengepak sayap bersama
menari di antara bintang-bintang
karena yang kutahu cinta itu indah

lalu apakah ini?
hatiku terjun bebas
membuat retakan di mana-mana
kemudian merambat hingga jantung hati
mengikis tiap labirin
menghancurkan tiap kepingan
hingga berwujud abu
dan hanya mengawang di udara
mengikuti angin yang berhembus
tak tahu arah

sampai kemudian aku sadar
aku mati
rasa


Rabu, 21 Agustus 2013

Kirana - Too Good To Be True

Kemarin Rama meng-invite BBMku. Sudah pasti, pin blackberryku didapatnya dari Katy. Tanpa pikir panjang langsung ku-approve.

Awalnya masih bingung, mau ngobrol apa, atau bahkan mau nyapa gimana. Entahlah, bahkan tanganku gemetaran saat melihat namanya tertera di recent updates. Apakah aku harus minta maaf atas kejadian kemarin? Eh, untuk apa ya, toh dia yang menabrak aku. Atau pura-pura jual mahal dengan menanyakan ini siapa, tahu nomor pinku dari siapa..

TRING

“Hi Kirana, gue Rama, yang nabrak lo kemarin..” sebuah emoticon smile disisipkannya.
“Oh iya, haii Rama..” mati kutu gue.
“Gak papa ya gue nginvite?”
“Gak lah..” mesti ngomong apalagi gue.

Dan ternyata percakapan itu membawa kami ke pertemuan-pertemuan selanjutnya yang kadang tak disengaja ataupun dibuat tampak tak sengaja. Aku lebih sering menghampiri Katy di kantornya, mengajaknya makan siang hanya untuk sekadar bisa bertemu Rama selintas di lobby kantor atau di sela-sela kesibukannya dikejar meeting.

“Loh, lagi di sini?”
“Iya, mo lunch sama Katy. Mo gabung?”
“Pengin banget, tapi gue mesti meeting di luar. Ini juga buru-buru.”
“Oh iya gak papa, lain kali mungkin.” Sahutku dibalas dengan senyum sumringah dari Rama.

Lain waktu giliran Rama dan Katy yang menghampiri kantorku sepulang kerja. Alibinya pulang bareng karena rumah kami searah. Beberapa kali pertemuan memang disertai Katy, selanjutnya hanya Rama yang memang sengaja menjemputku pulang.

Dua bulan setelah insiden tabrakan di kantor Katy, hubunganku dengan Rama semakin dekat. Pertemuan kami cukup intens, makan siang, makan malem, nonton midnight, semua berjalan begitu mulus sampi aku merasa kalau it’s too good to be true.





Kamis, 15 Agustus 2013

Kirana - Chapter 1

Berapakah kemungkinan bertemu mantan kekasih di kota ini?


Jadi begini, aku baru turun dari kereta ketika kakakku tercinta yang ganteng tiada dua menelepon dan bilang kalau dia tidak bisa menjemput karena ada meeting mendadak di kantornya. Kemudian dengan dandanan super lecek setelah 10 jam perjalanan, aku berjalan dan menurut saja ketika seorang pria berseragam biru menggiringku menuju taksi. Urung niatku langsung menuju rumah yang masih harus ditempuh kurang lebih satu jam lagi, Si Bapak yang menggiringku tadi, sang sopir hati budiman ini sepertinya tidak mengenal teknologi bernama deodorant. Aku memutuskan berhenti di Jalan Dago saja.


Kumasuki Coffee Shop dengan celana pendek, sandal jepit, rambut diikat asal-asalan dan tas ransel segede gaban. Pokoknya tak oke sekali untuk bertemu gebetan apalagi mantan dengan kekasih barunya.

Aku sedang  menikmati lamunan ketika tiba-tiba sesosok pria yang masih sangat kuhapal meliintas di depan mejaku. Dia bergandengan mesra dengan seorang perempuan cantik menuju non smoking area. Dan seketika jantungku serasa berhenti berdetak.

Belum selesai rasa kejutku hilang, pria itu menoleh dan berhenti tepat di hadapanku.

“Kirana?” sapanya.

Oke, sepertinya asthmaku kambuh. Bukan, bukan karena rokok yang tadi kuhisap tapi sepertinya pria di hadapanku ini yang menyedot seluruh oksigen di muka bumi dan sebentar lagi akan membuatku mati kehabisan napas. “Eh Rama..” aku tak jadi mati.
*

Dulu kami pertama bertemu di salah satu gedung perkantoran di Asia Afrika. Aku sedang mampir menemui sahabatku yang bekerja di situ. Ada titipan oleh-oleh dari Mama untuknya.

Seperti adegan film, saat itu aku sedang sibuk mencoba menghubungi sahabatku, Katy. Berkali-kali kutelepon, tak ada jawaban. Dia memang tak suka dengan bunyi telepon, makanya seringkali ia meng-silent ponselnya. Pada panggilan ke lima telepon tersambung.

“Halo Ran, sorry bb gue silent. Udah nyampe?”
“Kebiasaan ah lo! Berjuta-juta kali gue telpon ga disautin!”
“Lebay… Iya maap neng, maap. Lo di mana?”

Kemudian adegan itu terjadi, seorang pria tampan menabrakku, menjatuhkan tas yang berisi oleh-oleh untuk Katy. Pria itu berperawakan sedang, rambut cepak, hidungnya mancung, berkulit sawo matang, memakai kemeja slim fit biru dongker. Campuran wangi sabun, shampoo dan parfum tipis beraduk menjadi aroma segar yang menumpang lewat di hidungku.

“Eh, maaf mbak.” Katanya sambil memunguti kotak pia yang jatuh dan memasukannya ke tas.

Aku sendiri masih mematung di hadapannya dengan muka terpesona, mulut agak sedikit menganga, tangan masih memegang ponsel. Nyaris seperti orang bloon.

Saat itu rasanya seluruh oksigen di muka bumi tersedot olehnya. Jangankan berbicara, bernapas saja aku sulit.

“Ini..”katanya menyerahkan tas oleh-oleh itu.

Lalu tiba-tiba saja aku tersedak dan batuk tak keruan. Sayup-sayup terdengar suara Katy memanggil di telepon.
*

Rama, si manusia penyedot oksigen di muka bumi itu, dia satu kantor dengan Katy. Hanya saja mereka berbeda bagian. Rama lulusan institute teknologi negeri di Bandung, sama dengan kakakku. Mereka satu angkatan. Iya, ha ha ha Rama ternyata teman Kak Malik. Dan berita super baiknya , dari Katy kutahu kalau Rama masih single, alias jomblo. Sama seperti aku. H o r e !
*

Bandung memang sempit. Ke suatu tempat pasti aja ada yang kenal. Si ini kenal si itu, si itu mantan si anu. Ini itu ini itu. Sempit banget sampai-sampai dari sekian banyak tempat nongkrong di Bandung, aku harus bertemu dengan mantan kekasihku di Coffee Shop ini.


Rabu, 03 Juli 2013

Suamiku Cintamu, Sahabatmu Mencintaiku

Menikahlah dengan pria yang kamu cintai. Itu yang sahabatku katakan dahulu, makanya aku menikah dengan suamiku sekarang.”
“Semesta ini lucu, kita dipersatukan dengan orang yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya.”
“Andai saja aku tak menurutinya, aku mungkin tak akan merasa tersiksa seperti ini. Aku berhasil mendapatkan pria yang sangat kucintai. Tapi hanya raganya, tidak jiwanya. Aku tahu dia mencintai perempuan lain di luar sana.”
“Kamu pikir menikah dengan pria yang mencintaimu tapi tak kau cintai tak kalah menyengsarakan? Aku bahkan merasa terperkosa setiap malam. Tangisku pecah dalam diam. Tahu begini, lebih baik kuperjuangkan cintaku dahulu.”
“Lantas mengapa kau tak menikah dengan pria yang kau cintai? Kalian saling mencintai bukan?”
“Kami beda agama.”
*
“Mama, Papa cari-cari ternyata di sini. Lho, Nisa?”
“Chris?”

“Bu, Ayo kita pulang. Eh Sherly?”
“Rahmat?”

“Kalian kenal?”
“Sherly ini sahabat Ayah waktu kuliah, Bu.”

“Papa juga kenal Nisa?”
“Umm iya..”
***


Senin, 01 Juli 2013

menyikapiku

aku suka caramu menyikapiku

ketika lelah dunia menghantam
ketika senyum hanya sekadar basa-basi semata
ketika lutut tertekuk dan ku hanya ingin memeluk

dengan secorong es krim cokelat kamu menghampiri
menceritakan hal-hal lucu yang tak terpikirkan olehku
lalu kemudian tawa tergelak begitu saja

you never falied to make me smile

Rabu, 12 Juni 2013

SoleMate, Sebuah Langkah

Penantian 9 bulan itu akhirnya membuahkan hasil. Sebuah kumcer lahir dengan nama gue di salah satu jajaran penulisnya. Bahagia? Yaiyalah! Gini kali ya rasanya punya bayi..... 

Cerita dikit ah.. Eh gak dikit juga sih, ya lumayanlah...

5 Agustus 2011 lalu gue baca tweetnya @monstreza yang bilang kalo ada project cerpen buat cewek-cewek penggemar sepatu di timeline @myaharyono. Kok hapal tanggalnya? Gue favoritin soale hehehe

BTW gak 9 bulan yes? Ah gak papa lah ya, biar agak-agak mirip masa hamil aja gitu. *apeu*

Nah saat itu gue langsung pengen ikutan, karena gak ada ide sama sekali akhirnya gue pake stok cerpen yang udah ada. Judulnya *uhuk* Mengejar Fajar. Yang merasa ada suatu hal dengan judulnya silakan hubungi gue secara pribadi. Oke. Cerpen itu harus gue modif karena gak ada sepatu-sepatunya sama sekali. Di detik-detik batas pengiriman cerpen itu selesai. Masih sempet, SENT!

Beberapa hari kemudian di timeline udah beredar pengumumannya, @myaharyono minta masing-masing peserta yang lolos ngecek email. Drama sedikit terjadi, gue ngira kalo waktu itu gue ngirim pake email yahoo, ngecek ke yahoo gak ada email. Ah berarti cerpen gue gak lolos. Ya sudahlah..

Tiga hari kemudian gue gak sengaja buka akun gmail dan TARAAAAA ada email dari @myaharyono. Ternyata tulisan gue lolos dan perlu revisi sana sini dengan deadline sehari yang lalu. Berarti Kemarin Dong Yak? Ya salam….

Singkat cerita, setelah beberapa kali revisi jadilah cerpen gue yang beraroma sepatu. Iya, karena awalnya cerpen itu kurang sense of sepatu tapi setelah dikasih masukan oleh @myaharyono jadi berasa beda banget emang.

Awalnya project buku ini akan diterbitkan bertepatan dengan hari ibu, tapi karena satu dan lain hal, Juni 2013 ini SoleMate baru hadir di tengah-tengah kita. Aseeekkkk.

Karena terdiri dari 20 perempuan kece, tentu saja gue jadi punya teman-teman baru. Senangnya!

Dan perempuan-perempuan itu adalah Mia Haryono, Grahita Primasari, Okke Sepatumerah, Gabrielle Connie, Yessy Muchtar, Stephany Josephine, Kiki Raihan, Ponti Almas, Anggi Zoraya, Ch Amalia Achmad, Cynthia Febrina, Annisa Fitrianda, Nadya Yolanda, Diar Trihastuti, Riesna Kurniati, Ch Evaliana, Lia Khairunnisa, Fatima Alkaff, Tia Setiawati dan gue sendiri Fani Novaria.

Semoga SoleMate menjadi langkah pertama gue menuju cita-cita sebagai penulis. Aamiini-in dong please... heuheuheuheu


Jadi, silakan tukarkan beberapa lembar rupiah kamu untuk mendapatkan cerita, puisi, quote dan foto-foto super kece yang ada di SoleMate.

love ^^


Jumat, 31 Mei 2013

Kereta Kenangan



kapan benih memori mulai tumbuh?
mungkin ketika roda dan rel mulai bergesekan
membawa asa bergerak menjauh
seiring kepulan asap di atas cerobong


pada balok-balok bantalan
kenyataan mengguncangkan lamunan
menjerit seperti peluit
meneriakkan rindu yang terjepit


kita pernah pada satu lajur rel yang sama
berdampingan menuju senja
tak pernah kutahu jika kemudian rel bercabang
lalu kamu belok dan kita tak lagi menjadi manusia yang sama

Rabu, 29 Mei 2013

Anak Mainstream Vesak Nang Njokja

Setelah menonton Arisan 2, tahun lalu, gue sangat tertarik melihat prosesi Waisak di Borobudur. Kemudian beberapa kali blog walking, menemukan tulisan-tulisan dari para traveler yang pernah mengikuti prosesi Waisak di sana. Makin ngebet lah yaa…

Maka dicanangkanlah bahwa 2013 ini gue harus lihat Waisak di Borobudur. Beberapa teman yang gue ajak ke Jogja tanggal 25 Mei ini malah minta tanggalnya dimajukan jadi tanggal 9 Mei, karena ada harpitnas-nya. Lah ngapain gue ke Jogja tanggal segitu wong gue maunya ke sana lihat Waisak.

Seminggu sebelum keberangkatan, tiket sudah di tangan. Kereta Kahuripan untuk berangkat tanggal 23 Mei malam dan kereta Pasundan untuk pulangnya tanggal 26 Mei siang. Dulu sih, duluuu rencananya kekeretaan ke Jawa tuh ama.. ah sudahlah…

Berniat dengan tulus hanya untuk melihat dan memotret Patung Budha yang megah, Pesta Seribu Lampion yang magis tanpa tahu bakalan jadi salah satu yang akan dinyinyirin di socmed (baca: twitter). Ya, gue adalah salah satu dari ribuan anak mainstream yang ke sana berbekal kamera bergantung di leher. Mengabadikan moment yang menurut gue eksotis dan indah, yang kemudian menjadi celaan dan yaa gitu deh.

Gue bahkan sampe ga berani share foto-foto ke twitter. Iya, ampe segitunya. Nunggu keadaan gak terlalu panas. Hehe.

Balik lagi ke cerita perjalanan, hari pertama begitu sampai di Stasiun Lempuyangan – karena gue memakai kereta ekonomi AC jadi dituruninnya gak di Stasiun Tugu, melainkan di Lempuyangan. Dijemput Mas Athok, sang driver dari AW Tour  gue menjemput teman seperjalanan kali ini yang sudah nunggu cantik di KFC Malioboro karena dia sudah sampai sejam sebelumnya menggunakan kereta Argo Wilis.
3 orang konyol naik kereta Pasundan


Oya, harga tiket Kahuripan/Pasundan IDR 100K, Argowilis IDR 285K. lumayan beda yes :p
Karena belum punya hotel (selain di monopoli), kami segera mencari di sekitaran Malioboro. Tentu saja agar lebih mudah ke mana-mana. Daerah Dagen kami pilih, letaknya tepat di sebrang Malioboro Mall, gang kedua jika berjalan dari arah Stasiun Tugu setelah Sosrowijayan. Kami menginap di Hotel Puntodewo, family room dengan bed ukuran King dan extra bed ukuran sama. Seharga IDR 250K/malam. Murah kaannn hehehe.

Setelah check in hotel (dan lupa check in 4sq juga Path) mobil langsung membawa kami ke…. Goa Pindul! Jaraknya gak tahu, pokoknya sekitar 2 Jam dari tempat kami berpijak saat itu. Goa Pindul letaknya di Gunung Kidul, di perjalanan kami sempat melihat megahnya Gunung Merapi. Kereeenn banget sumpeh.

Sampai di Goa Pindul, kami bertiga yang belum mandi dari Bandung ini langsung diceburin ke sungai. Jadi, tujuan kami ke sana adalah untuk tubing, semacam body rafting memakai ban mobil besar yang sudah disetel sedemikian rupa untuk menyusuri arus tenang di dalam goa. Kedalaman air 5-12 meter, makanya kami diwajibkan memakai rompi pelampung.
tubing di Goa Pindul

Jarak tempuh sekitar 45 menit, melewati stalaktit dan stalagmite (gitu bukan ya nulisnya) batu Kristal, sarang burung kelelawar.. ohya di situ juga ada Burung Walet, tapi gak sempet ketemuan sih…
loncat dari karang di Goa Pindul, kamu berani?


Setelah kaki kiri (yang baru saja kelindes APV tea) bengkak kembali akibat naik karang-karang, perut yang keroncongan dan badan yang menggigil, semangkuk bakso adalah sasaran utama. Warung sekitaran goa menjadi pilihan kami, dengan enam ribu rupiah cacing-cacing dalam perut pun berhenti berorkestra.

Perjalanan dilanjutkan ke Pantai di Gunung Kidul. Nama pantainya banyak, mulai dari Sundak, Baron sampai Pulang Syawal kita melewati banyaakkk banget spot-spot yang sukses bikin semua berdecak kagum. Palagi ketika masih di jalanan tinggi, dari balik pohon-pohon kita bisa mengintip Samudera Hindia. OMG Subhanallaah.
Pantai Pulang Syawal ( Indraaynti )

Menghadap Samudera Hindia

Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua, lapar dan capek. Mari kita makan! Kami berhenti di resto sekitaran pantai, tempatnya cukup nyaman. Dan seperti keadaan pantai yang gak penuh, tamu di resto pun tidak banyak, sehingga kami bebas gegoleran di area lesehan.

Sehabis Ashar perjalanan kembali dilanjutkan. Rencananya balik langsung ke hotel, tapi tentu saja godaan belanja lebih besar dibanding pegal-pegal yang mendera seluruh tubuh. Dengan keadaan lusuh kami masuk ke beberapa butik di daerah Taman Sari dan berhasil menjinjing beberapa kantong belanjaan. Girls.

Berhubung gue salah perhitungan, baju nyantai pun sudah habis. Gue gak punya stok celana+kaos lagi. Semua gara-gara nyemplung di Goa dan pantai.

Maka sebelum nyampe hotel, gue maksa 2 teman seperjalanan untuk mampir ke Malioboro untuk beli baju. Heheehee :p
berharap ada kang andong yang ganteng kayak vino

Balik ke hotel, mandi dan siap-siap untuk… makan lagi! Makan di lesehan Malioboro ditemani pengamen berbatik. Ohya  kalau dihitung-hitung sih makan di lesehan lebih mahal dibanding makan di resto-resto yang akan kami datangi. Kelihatannya sih lebih murah dibanding makanan di Bandung, misal sepotong bebek goreng dihargai 18K, tapi nasi seuprit harganya 4 ribu, lalap+sambel 6 ribu. Jatuhnya sama aja sama paket nasi+bebek di Bandung yang sekitar 25K. teh tawar hangat yang biasanya disajikan free kalau kita makan di tenda-tenda di Bandung, dihargai 2-3ribu. Ummmm tapi ya, masa ke Jogja gak makan di lesehan. Kayak ada yang kurang gitu ya.. wis lah.


Esok paginya dimulai dengan cari sarapan di Malioboro dan diteruskan dengan cari oleh-oleh. Mobil travel jemput sekitar jam 11 jadi masih ada waktu untuk ke sana ke mari dulu plus dandan cantik laahh :p

Tujuan utama hari ini tak lain dan tak bukan adalah Waisak di Borobudur. Setelah googling sana-sini makanya gue memutuskan untuk mulai itungan rental mobil dari jam 11, karena acara akan selesai malam hari. Secara kita pan nyewa 12 jam yes cyn.

Dari rekomendasi google dan teman (baca: @riesna_) kami mampir ke Jejamuran. Resto nyaman dan lagi ngehits di Jogja. Restonya penuh, kami dapat meja nomor 122 ajaa..

Diiringi live music yang mengaransemen lagu suka-suka (iya, suka-suka dia aja), makanan semeja ludes tak bersisa. Jamur krsipi, jamur shitake asam pedas, jamur tiram asam manis, rending jamur, tongseng jamur dan entah apalagi. Selain beras kencur, mint tea dan aloe vera disikat habis. Ya siapa suruh mesen es beras kencur dekkk =)) dan itu semua hanya 109,500 rupiah.

Sekitar jam 2 perjalanan dilanjutkan ke Magelang, Para Bhksu dan iring-iringannya sudah sampai di Borobudur, jadi ketika kami lewat sudah tidak macet-macetan :’)
The Greatest Borobudur Temple

Waisak di Borobudur

gue motret dari jauh kok, please jangan bully yaa

Berhubung matahari sudah pulang dan perut yang keroncongan, ketika panitia memberi tahu bahwa lampion baru akan bisa ditukarkan sekitar jam setengah sembilan malam, kami pun mengurungkan niat untuk melihat pelepasan lampion. Selepas Maghrib kami beranjak pergi dan menuju Raminten, tempat gaowl anak Jogja dan anak kota lainnya kalo ke Jogja. \J/ yay!

Makan berempat sampe begok Cuma 109K ajaah! Bentuk dan suasana Raminten mah googling aja. Kocak abis!

Sampai di hotel tepat jam 11 malam, jadi gak kena charge over time lagi. Ahahahha!

Syare ay, syare syare!

Minggu pagi ditujukan untuk makan gudeg, karena belum ke Jogja kalau belum makan guideg. Gudeg Mbok Djum jadi pilihan, selain tempatnya dekat hotel, salah satu mas-masnya mirip Firman Utina. Entah apa hubungannya tapi pagi itu kami berempat sarapan di sana. Oh enggak deng, saya lebih memilih jalan di sekitar Malioboro dan cari bala bala. Sakaw bala bala mameenn….

Sebelum kereta membawa kami pulang ke kenyataan, masih sempat-sempatnya keluyuran dan nyasar ke Mirota yang sumpek dan penuh itu.. Aromanya nempel bahkan sampai 12 jam berikutnya ketika gue sudah sampai di kamar tercinta di Bandung.



HATI-HATI BARANG BAWAAN ANDA KARENA BANYAK COPET. ENAK YA JADI COPET BISA DAPET BARANG GRATIS – Mirota.


SAMPAI JUMPA JOGJA, KELAK SAYA AKAN KEMBALI BERSAMA.. MMM SIAPA SAJALAH! – Na9a


OH YA KENAPA GAK ADA MAS-MAS PENARIK ANDONG YANG GANTENG KAYAK VINO G BASTIAN? – Na9a

Rabu, 15 Mei 2013

Pisah


Detik seakan berhenti
Mulut pun terkunci
Hanya ada air mata yang menetes di pipi
Tolong jangan pergi

Waktu berjalan perlahan
Jarum jam menusuk jantung pada setiap detakan
Mengiris pembuluh secara konstan
Kembalilah, aku takkan bertahan

Masa kian membusuk
Rindu makin mabuk
Kumohon hanya satu peluk
Atau aku akan segera jatuh terpuruk

Rabu, 17 April 2013

Ingin Kutinggali Harus Kutinggalkan

kamu yang ingin kutinggali namun harus kutinggalkan.


payah-payah kuhindarimu
menepis semua cemburu
menelantarkan rindu

kamu lalu mengejarku
membisikan kata-kata syahdu
menggoda imanku


logika, kumohon bekerjalah

Selasa, 26 Maret 2013

Dikejar Bini Bos


“Sya, bisa disimpen dulu gak bb-nya? Gak si Rara, gak elo ya, bb mulu diurusin. Tolongin gue sebentar pilih kain kenapa sih?!”
Shally menatap mata Tasya, diambilnya blackberry dari tangan Tasya. Sudah seharian ini mereka mengelilingi Pasar Baru mencari brokat untuk kebaya pernikahan Shally.

“Maaf Shal, aduh jangan diambil. Urgen nih.”
“Apa yang lebih urgen dari pernikahan sahabat lo ini?”

Blackberry di tangan Shally bergetar. Panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Tasya segera merebut ponsel itu sebelum Shally merejectnya.
Tasya mengangkat panggilan ditemani tatapan kesal Shally. “Hallo Bu. Iya masih belum ada Bu. Beneran, ini lagi saya coba cari kok. Iya nanti saya segera ngehubungin Ibu.”

Ada apaan sih? Lo kok ketakutan gitu? Dikejar debt collector ya?” serang Shally.
“Sembarangan. Itu bininya bos gue.”
“Gila kali ya kantor lo itu. Kemaren tiga hari lo dibuat stress karena atasan lo tiba-tiba cuti dan lo harus ngehandle semua kerjaan dia. Sekarang hari libur, bininya masih aja ngerepotin lo!”
“Lakinya ilang.”
“Hah? Ilang begimana?”

Belum sempat Tasya menjawab, ponselnya bergetar kembali. “Bentar ya.”

“Pak Sumin di mana? Udah di bawah? Oh Ya bentar saya turun sekarang ya.” Tasya menutup ponselnya. “Shal, lo tunggu bentar di sini ya. Gue ke bawah dulu.”

Sebelum Shally melotot dan marah-marah, Tasya segera berlari menuju escalator dan turun ke lobi menemui Pak Sumin, supir kantornya.

Tadi ia meminta Pak Sumin untuk mengambil catatan print out tagihan handphone pasca bayar sang bos di ruangannya. Dia yakin sekali akan ada nomor yang ia butuhkan di situ.

Tak berapa lama Tasya kembali ke toko kain, tampak Shally masih sibuk memilih-milih brokat. Ia menghempaskan badannya ke atas sofa, mengambil gelas air mineral di meja yang disediakan untuk pengunjung. Shally hanya mendelik sebentar lalu kembali berbicara dengan empunya toko.

Tasya membuka catatan panggilan telepon atasannya. Mencari nomor yang ia curigai. Dia menemukan nomor yang paling banyak dihubungi. Pada kolom jam tertera panggilan pada nomor tersebut di setiap pagi, siang, sore bahkan tengah malam. “Gotcha!!”

“Hallo, Mbak Vira? Saya Tasya sekretarisnya Pak Guntur, apa Mbak sedang bersama Pak Guntur? Oh lagi enggak. Umm saya minta tolong kalau beliau menghubungi Mbak, minta menghubungi saya segera. Terimakasih.” Tasya menutup ponselnya lalu berjalan menghampiri Shally. “Udah dapet kain yang cocok?”

Ponsel Tasya bergetar tanda ada pesan masuk ketika Shally membayar belanjaannya.

Ada apa sya? Sms dari sang atasan.
Istri bapak udah di hermina dari kemarin, tp bayinya gak bisa keluar.

Tak berapa lama ponselnya bergetar lagi. “Halo, Iya bu. Oh beliau sudah on the way ke sana? Syukur deh. Iya, sama-sama bu. Semoga lahirannya lancar dan selamat. Iya, waalaikum salam.”

Tasya merangkul lengan Shally yang berdiri melipat tangannya menanti penjelasan dari sahabatnya itu.
“Kemarin itu bos gue cuti tiba-tiba ternyata bukan untuk nemenin bininya lahiran. Alhasil karena dia gak bisa duhubungin, bininya jadi ngejar-ngejar gue karena yang dicurigai tau dia ada di mana itu cuma gue.”
“Parah. Trus ternyata dia di mana?”
“Lagi sama ceweknya.”
“Sarap!”


Jumat, 01 Maret 2013

Lombok; Backpacker Ala-Ala




Awal tahun ini, (eh gak awal tahun banget sih sebenernya) dibuka dengan perjalanan ke Gili Trawangan. Gili. Iya Gili Trawangan, Lombok. Pulau yang dari kapan tau kayaknya cuma jadi impian gue doang. Tsaelaahh…

Setelah tahun kemarin berhasil mewujudkan trip ke Bali, rencananya tahun ini harus ada trip yang mana harus membubuhkan cap pada paspor yang sampai saat ini masih polos itu. Eaaa :p Tapi ternyata Tuhan menyuruh saya ke Lombok dulu sebelum cap paspor.

Lombok awalnya hanya menjadi tujuan bulan madu gue kelak. Ehem.

Tapi pertengahan tahun lalu, tiba-tiba si @neena_gober nelpon gue.
Neena: Ga! Lo mau ke Lombok gak?
Me: Ya  mau lah… Napa emangnya?
Neena: Garuda ada promo. Gue ama @omenestprofie udah beli.
Me: Buat kapan?
Neena: Februari
Me: Berapaan?
Neena: 6XX IDR PP
Me: IKUT!!

Bulan berlalu, tahun berganti… Akhirnya saat itu tiba. JENG JENG JENG!!

Bermodalkan muka innocent, gue pun menyerahkan surat cuti dua hari sebelum keberangkatan. Atasan gue tentu saja manyun, pundung gak rela ditinggal anak buahnya yang penuh dedikasi dan loyalitas ini. Ngok.

Dengan flight jam 10:20 WIB dari Cengkareng, artinya gue harus bangun jam 4 pagi untuk mandi kemudian naik travel primajasa keberangkatan jam 5 dari Batununggal. Bandung-Cengkareng kan ±  4 jam aja yes.

Sampe Praya ± jam 2 WIT, disambut oleh sang guide nan memesona *ngok* kita langsung diajak makan siang. Oya, kita pake paket tour sehari seharga 400 ribu, termasuk mobil+bensin+guide. Makan siang kita di salah satu resto lokal dengan masakan istimewanya Bebalung. Sayang seribu sayang karena kita telat, bebalung pun sudah habis. Tapi ikan bakar dan nasi gorengnya gak kalah enak. *jadi laper lagi gue*

Perjalanan dilanjutkan ke Desa Sade. Dusun Sade ini merupakan perkampungan asli Suku Sasak. Di sini kita bisa melihat rumah-rumah asli Suku Sasak yang sudah berdiri selama beberapa generasi. Lantainya terbuat dari campuran tanah liat dan dedak padi. Yang paling unik cara membersihkan lantainya yaitu dengan menggunakan kotoran kerbau yang masih fresh from the oven. Menurut guide lokal di sana, - karena kalo masuk ke Dusun Sade kita harus memakai jasa guide asli di situ, bukan guide kita selama di Lombok- kotoran yang dipakai adalah kotoran yang baru 10-15 menit, masih hangat. Bau? Ternyata karena masih fresh jadi tidak ada bau busuk. Kami nyoba masuk dan menghirup aroma di dalamnya dan emang gak ada bau yang aneh-aneh. Tip yang bisa kita kasih ke guide lokal tersebut sekitar 20 ribu rupiah.

lantai yang dibersihkan oleh kotoran kerbau

bocah-bocah Suku Sasak lagi maen di depan rumahnya


Puas foto-foto di sana, perjalanan dilanjutkan ke Pantai Kuta dan Tanjung Aan. Jalanan ke sana gak semulus jalanan di kota. Naik turun dan bolong-bolong. Tapi gak separah jalanan rumah-kantor gue sih. *curcol*

Kita sering banget papasan sama turis asing yang habis selancar di sana. Rata-rata mereka menggunakan motor bersama teman lokalnya masing-masing. IYKWIM. :p

pasir merica

lovembok

satu sisi pasirnya lebut banget, sisi lain pasirnya seperti merica



view from the top



ternyata 1 porsi ayam taliwang terdiri dari 2 ekor ayam. dua ekor.
Selesai makan malam Ayam Taliwang, kita baru balik ke hotel. Hotel yang sudah direservasi. Katanya sih di daerah Senggigi, deket pantai. Jam 9 malem setelah puter-puter….. JENG JENG JENG ternyata hotelnya enggak banget.*aduh gak sanggup ceritanya*





mabok duren

Pokoknya akhirnya kita memutuskan cari hotel lagi deh. Sekitar jam 10 malem waktu setempat kita akhirnya dapet hotel tepat di pinggir pantai Senggigi. Tarif hotel 350 ribu, tapi hasil kedip-kedip manja dapatlah 250 ribu. Kedip ama siapa, hanya kami dan Tuhan yang tahu. Hehe.
transit hotel senggigi

view belakang hotel, langsung  Pantai Senggigi

Jam 7 pagi keesokan harinya, taksi udah jemput kita untuk segera ke Bangsal. Yaitu tempat penyebrangan menuju…….. Gili Trawangan!
sebelah kiri gunung, sebelah kanan pantai.
i love my life

Stangi Beach, salah satu pantai-pantai cantik sepanjang perjalanan Senggigi-Bangsal


Dengan ongkos sekitar 80 ribu (pake argo) kita sampai di terminal. Atau pemberhentian atau apa deh itu namanya, sebelum kita lanjut pake Cidomo. Delman khas sana sampe ke pelabuhan. Tarif Cidomo 15 ribu/cidomo.
cidomo

backpacker ala ala
(soalnya kita bawa koper tapi gaya hidup ala backpacker haha!)

Setelah bayar tiket 10 ribu ++ kita nunggu kapal penuh dan segera nyebrang pake public boat. Kenapa pake ++ karena ada uang asuransi dan tip buat yang ngangkut koper.
public boat menuju Gili Trawangan


Perjalanan di laut kurang lebih 1 jam, dan akhirnya kita sampai di GILI TRAWANGAN!!
KEREEENNNN BANGEETTT ASLINYAA

Untuk ke hotel, kita pake Cidomo lagi, dengan tarif 20 ribu/orang. Satu Cidomo bisa ngangkut maksimal 3 orang.

Hotel ini sesuai dengan harapan kita :)
Hotel Bale Sasak

Gak lama-lama di hotel, kita langsung pesan snorkeling tour, pesennya bisa lewat hotel, bisa juga langsung ke tempat tour yang gak jauh dari pelabuhan. Harganya 100 ribu/orang. Tapi yaa setelah kedip-kedip manja lagi dapatlah kita 350 ribu/ 4 orang. Hahahahahaaha!

Snorkeling meliputi 3 spot termasuk Gili Meno dan Gili Air. Aduh sayang banget kita ga bawa kamera underwater, padahal dunia bawah lautnya ya ampuunnnn indah bangettttttttttttt!

View dari bawah kapal

Di Gili Meno sempet terjadi drama yang luar biasa. Salah satu temen gue ilang. Sebut saja inisial “P”. Orang yang pertama kali nelepon gue ngajak vakasyen ini. Iya dia ilang. Ilang di laut. Ilang di laut.

Singkat cerita akhirnya dia ketemu lah, dibantu oleh kapal lain gitu. *masih pengen nangis dan ketawa kalo inget*
Nude Swimming?


Malamnya kita dinner di Ocean Resto. Tempatnya cukup nyaman, makanannya luamyan enak.. Cuma ya gitu, di Gili ini mungkin karena wisatawannya banyakan bule jadi resto dan café di sini bule-oriented. Semua ala Eropa dan Amerika.
PESEN SHOFT DRINK DONG!


Besoknya kita memutuskan untuk istirahat aja, keliling-keliling pulau.


pasirnya PINK, airnya JERNIH
                                         
                                                 PACAR MANA PACAAARRRRRRR??



Sore kita balik ke Lombok, tapi karena ombak sedang pasang, kita gak dianter ke Bangsal melainkan ke Ombak Ble, berkilo-kilo meter dari Bangsal. Di sana udah banyak taksi, ojek, mobil sewaan dan cidomo yang udah menanti. Kita memutuskan untuk pake mobil sewaan.

Dengan 150 ribu, kita pake avanza ke daerah Ampenan, rumah temennya temen gue. Yang mana temennya te,en gue itu sebenernya lagi di Makassar. Ngerti gak? Ribet ya? Eym. Haha tapi dia sangat baik dengan membiarkan kita nginep di rumahnya.
Sempet ketemu orang yang kawinan ala Sasak :)

Supir yang kita dapet ternyata agak-agak pengen disumpel, dari awal naek sampe kita turun ngomel mulu. Trek yang dilewati bukan trek awal tapi keluar masuk hutan, naik turun gunung, lewatin monkey forrest dengan doggies dan sapi yang berkeliaran begitu saja di jalanan.


Selepas maghrib kita sampai di rumah temen kita (ciyee temen kita), dengan perut keroncongan dan oleh-oleh yang belum juga didapat, kita telepon taxi dan diantar ke Phoenix untuk beli oleh-oleh makanan sebagai tanda mata untuk para terkasih di rumah. Prêt.
odong-odong, sepeda buat keliling Lombok


Perut makin keroncongan, dengan taxi yang sama kita memutuskan untuk menjadi anak gaowl Mataram dengan mengunjungi Mataram Mall dan makan di resto etnik Begibung.
Akhirnya di sana kita nemu Bebalung, makanan yang gak kita dapat di hari pertama kita wiskul. Bebalung itu sejenis sup iga, dengan kuah bening tapi rasanya maknyoss… Gue  sendiri pesan nasi lengkap begibung. Ada sejenis ayam suwir yang dibumbui mirip rendang, sate lilit, trus apa sih tu namanya yang kacang panjang dan terong kayak dirujak gitu, pleus tahu tempe. Kenyaanggg….

Karena kita dapet flight balik jam 06:55 WITA jadi jam 4 subuh udah dibangunin,padahal kita baru tidur jam 1 pagi haha! Perjalanan dari Ampenan ke Praya pake taxi (argo) 90 ribu, lumayan jauh sih ye..

Sampai di Jakarta jam…. Umm lupa…
di bandara tiba-tiba ada cowok ngerangkul dari belakang dan minta foto