Minggu, 09 Oktober 2011

ICU

Matahari sudah condong ke arah barat. Aku berjalan santai menuju tempat kost, tak jauh dari kampusku. Beberapa teman menawarkan boncengan, dengan sopan aku menolaknya. Aku ingin menikmati udara sore ini, begitu indah.

Ponselku bergetar, ada telepon masuk.
“Halo, bisa bicara dengan Sarah?”
“Iya betul saya Sarah, ini siapa ya?”
“Prita..”
Dug. Jantungku serasa berhenti. “Mau apa kamu telepon saya?”
“Papa kamu masuk rumah sakit..”
“Terus?”
“Papa kamu kena serangan, sebaiknya kamu kesini.”
Klik. Telepon ditutup. Aku menghela napas. Galau.

Sudah tiga tahun semenjak perpisahan orang tuaku, aku tak berbicara banyak dengan papa. Terakhir kali bertemu delapan bulan lalu, ketika nenek meninggal. Bahkan pada saat lebaran aku lebih memilih berlebaran di Jogja, tempatku kini menetap. Mama mengunjungiku di hari lebaran ke dua. Membawakan lontong kari buatannya.

Aku begitu marah kepada mereka, terutama pada papa. Terlebih ketika dia mulai berhubungan dengan Prita, seorang gadis yang hanya tiga tahun lebih tua dariku. Prita memang tidak ada hubungannya dengan perpisahan mama dan papa. Papa bertemu Prita sekitar dua tahun lalu, tapi tetap saja aku marah, kehadiran Prita mempersulit keinginanku untuk mempersatukan kembali mama dan papa.

Sesampai di tempat kost aku segera mengambil wudhu. Berharap bisa mendinginkan hati dan pikiranku. Begitu marahnya aku ketika mendengar suara Prita. Ah, kenapa mesti dia yang menghubungiku. Kenapa tidak papa saja yang meneleponku, kalau dia memang menginginkan kehadiranku disana. Atau memang keadaan papa sudah kritis?
**

Kami bertiga berada di ruang ICU, memperhatikan papa. Tidak ada percakapan. Kemarin aku segera menelepon mama, lalu segera mencari tiket pesawat menuju Jakarta.

Dokter John menghampiri kami, “Bapak terkena serangan masif, akibatnya jantung gagal memompa dengan baik. Ada sumbatan mengenai pangkal pembuluh koroner utama. Sebaiknya kalian selalu berada di sampingnya.” Tak lama beliau keluar. Meninggalkan kami, masih dalam keheningan.





Perlahan jemari papa merengkuh tangan mama. Mama menggenggamnya, seolah bisa membagi rasa sakit yang dirasakan papa. Pandangan sinis kulemparkan pada Prita saat ia pamit mengambil minum setelah sekilas melihat papa dan mama berpegangan.

Monitor di samping ranjang papa berbunyi, tampak garis lurus di layarnya. Aku merasa ini bukan hal yang baik. Aku berteriak memanggil dokter. Dokter dan perawat segera melakukan defibrilasi. Aku dan mama dievakuasi ke luar ruangan. Prita segera menghampiri kami, khawatir. "Ada apa?" tanyanya. Aku menggeleng, tak tahu. -atau memang hanya tak ingin menjawabnya-



Tak lama dokter keluar ruangan, “Syukurlah, beliau sudah kembali.”
Alhamdulillah, rupanya tadi jantung papa sempat tak berdetak. Kami diperbolehkan kembali masuk. Prita pamit untuk pulang, sudah dua hari ini ia menunggui papa. Aku mengijinkannya, -atau membiarkannya-, entahlah.

Aku dan mama duduk di samping papa. Papa nampak lebih kurus, tulang pipinya menonjol. Rokok telah menggerogoti paru-paru juga memperburuk kondisi jantungnya. Aku merasa bersalah tak pernah melarangnya merokok lagi. Dulu ketika kami masih bersama aku bak satpol pp, memarahinya jika ia ketahuan merokok. Menciumi kemejanya ketika pulang kerja kalau-kalau dia nakal merokok di saat aku tak mengawasinya.

Papa mulai sadar dari tidurnya, dia menatap wajah mama. Mama mengusap air matanya. Aku masih bisa melihat cinta di mata mereka. Mereka masih saling mencintai.

Aku bersyukur melihat papa berada di ruangan ini. Melihatnya tergeletak tak berdaya, kritis. Bukan, bukan karena aku marah padanya. Tapi kami jadi bisa berkumpul. Aku, mama, papa. Tanpa makian, amarah, atau sumpah serapah.

Papa melirik ke arahku. Aku segera beranjak, mendekatinya. Menggenggam tangannya.
“Maafin papa..” katanya terbata-bata.
“Gak pa, aku yang minta maaf, aku yang banyak salah..” kataku sambil berurai air mata.
Papa tersenyum. Lalu kembali melirik mama. “I love you..” lalu menghela napas. untuk terakhir kalinya
Tuuuuuut............ monitor kembali menunjukan garis lurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar