“Sampai kapan lo mau
diginiin sama si Ken?”
Praya mengunci rapat
mulutnya. Seolah sibuk dengan laporannya.
Pesanan sudah datang, Praya
tersenyum lalu mengucapkan terimakasih.
Alex membereskan tasnya,
lalu hendak beranjak. Segera Praya meraih tangannya.
“Jangan tinggalin gue
sendiri Lex.”
Alex kembali menghempaskan
tubuhnya di sofa. Menemani Praya hingga entah kapan.
*
Jarum jam sudah menunjuk
angka sepuluh.
“Balik yuk.”
Praya tak bergeming.
Cappuccino sedari tadi tak disentuhnya. Dia hanya terbengong di hadapan laptop
yang di hadapannya.
“Praya..”
“Gue gak mau balik, Ken
pasti udah nunggu di rumah.”
“Terus lo mau ke mana?”
Praya menggeleng lemah.
*
“Kalo lo masih bengong gini,
kita gak akan bisa check out. Praya ini udah jam setengah dua belas.”
“Lo balik duluan aja deh,
biar gue di sini dulu.”
Sudah dua hari Alex dan
Praya menginap di sebuah cottege di daerah Garut Selatan. Senin malam itu Praya
berkeras tak ingin pulang, Alex lalu memacu mobilnya hinga mereka sampai ke
Garut. Pemandangan pantai yang indah tak dihiraukan, Praya hanya berdiam diri
di dalam kamar atau paling duduk di balkon.
“Ya udah, gue balik duluan.
Terserah lo mau sampe kapan di sini.”
Alex menyambar tasnya lalu
berjalan menuju pintu.
“Lex..” Praya memanggil
lemah sahabatnya, “lo balik lagi ke sini kan ?”
Alex berjalan kembali menuju
ke sofa Praya, mencium keningnya lalu keluar dari kamar.
Banyak pekerjaan yang harus
diselesaikannya. Belum lagi telepon dari Ken yang terus menerus menanyakan
kabar Praya.
Praya adalah sahabatnya
semenjak sekolah menengah. Keseriusan Alex berimbang dengan sikap ceria Praya. Dia
menemani Praya di setiap gadis itu jatuh cinta, patah hati, bahagia, sedih.
Cinta? Tentu saja Alex
mencintainya. Tidak ada yang kurang dari gadis itu. Tapi ia tidak mau merusak
persahabatannya. Maka beginilah kini. Belasan tahun bersahabat, menjadi tempat
membagi tawa, berkeluh kesah juga sebagai pelarian.
Dua hari Alex membereskan
urusannya, Ia bahkan membeli beberapa makanan untuk Praya. Entah apakah ia
sedih atau senang melihat keadaan Praya saat ini. Di satu sisi ia tak suka
melihat keadaan Praya seperti ini, bersedih dan nyaris hancur. Tapi di sisi
lain ia juga senang, karena Praya bersama dirinya. Menggantungkan hidupnya pada
Alex seorang.
*
Terdengar suara pintu kamar
diketuk, malas-malas Praya beranjak dari tempat tidur. Setelah dibuka muncul
Alex dengan sekantung makanan. Ia segera memeluknya.
“Gue kira lo gak akan balik
lagi.”
“Masa gue tega ninggalin panda
kesayangan di sini sendirian sih.”
“Enak aja gue disamain sama
panda.”
“Tuh mata udah kaya panda
gitu. Ngaca deh. Kalo bukan panda apa namanya?”
Praya mencubit manja
sahabatnya, tenang rasanya melihat Alex kembali. Dua hari ini sungguh ia tidak
kerasan. Jangankan mau beranjak makan, Sarapan yang dikirim dari kitchen hanya
disentuh sekenanya.”
*
“Gak pegel tidur di sofa?”
Alex tersenyum canggung
sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Tidur sini aja.”
Praya menggeserkan tubuhnya
ke sisi ranjang, memberi tempat agar Alex bisa tidur di sampingnya.
*
“Praya…”
“Apa?”
“Boleh gue bilang sesuatu?”
“Bilang aja, ada apa?”
“Gue…”
“Lo kenapa”
“Gue sebenernya cinta sama
lo.”
Alex terkejut sendiri dengan
apa yang telah diucapkannya. Praya tak kalah kaget. Ia membalikan badan
menghadap Alex.
“Gak salah?”
Alex menggeleng.
“Sejak kapan?”
“Sejak lo numpahin teh botol
ke celana gue.”
“Numpahin teh botol? Itu kan jaman kita sekolah.”
“Ah udahlah, gue ngawur.
Jangan dianggap. Udah tidur!” Alex berbalik memunggungi Praya. Membenamkan
kepalanya ke dalam bantal. Dan berharap besok pagi Praya amnesia.
*
Alex membantu Praya membawa tasnya.
Tidak berat sih, tapi sepertinya untuk membawa dirinya sendiri Praya sudah
sempoyongan.
Akhirnya Praya mau pulang,
ia kembali ke rumah orang tuanya.
“Ini ditaro di mana?”
“Di atas lemari aja.”
“Oke, semua udah masuk. Gue
tinggal gak apa-apa kan ?”
“Iya, makasih ya lex.”
Alex mengelus bahu Praya.
“Iya panda. Gue mau langsung ke kantor.”
“Lex tunggu. Ini nanti
dengerin ya.”
“Apaan?”
Praya menyerahkan ipodnya. “Ada di playlist ini.”
Alex mengangguk lalu hendak
berpamitan pergi. Belum sempat ia sampai ke pintu, terdengar suara Ken, kekasih
Praya.
Alex mengurungkan niatnya,
lalu berjalan menuju teras belakang. Ia pasang earphone ke kupingnya lalu
mendengarkan playlist yang dibuat Praya.
Telah lama ku tahu engkau
Punya rasa untukku
Kini saat dia tak kembali
Kau nyatakan cintamu
Namun aku takkan pernah bisa, ku
Takkan pernah merasa
Rasakan cinta yang kau beri
Ku terjebak di ruang nostalgia
Semua yang kurasa kini
Tak berubah sejak dia pergi
Maafkanlah ku hanya ingin sendiri
Alex menghela napas. Praya tidak amnesia seperti yang diharapkannya.
Telah lama ku tahu engkau
Punya rasa untukku
Kini saat dia tak kembali
Kau nyatakan cintamu
Namun aku takkan pernah bisa, ku
Takkan pernah merasa
Rasakan cinta yang kau beri
Ku terjebak di ruang nostalgia
Semua yang kurasa kini
Tak berubah sejak dia pergi
Maafkanlah ku hanya ingin sendiri
Alex menghela napas. Praya tidak amnesia seperti yang diharapkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar