Kamis, 13 September 2012

Flash Fiction: Terjebak Nostalgia


“Sampai kapan lo mau diginiin sama si Ken?”
Praya mengunci rapat mulutnya. Seolah sibuk dengan laporannya.

Pesanan sudah datang, Praya tersenyum lalu mengucapkan terimakasih.

Alex membereskan tasnya, lalu hendak beranjak. Segera Praya meraih tangannya.
“Jangan tinggalin gue sendiri Lex.”

Alex kembali menghempaskan tubuhnya di sofa. Menemani Praya hingga entah kapan.

*

Jarum jam sudah menunjuk angka sepuluh. 
“Balik yuk.”

Praya tak bergeming. Cappuccino sedari tadi tak disentuhnya. Dia hanya terbengong di hadapan laptop yang di hadapannya.

“Praya..”
“Gue gak mau balik, Ken pasti udah nunggu di rumah.”
“Terus lo mau ke mana?”

Praya menggeleng lemah.

*

“Kalo lo masih bengong gini, kita gak akan bisa check out. Praya ini udah jam setengah dua belas.”

“Lo balik duluan aja deh, biar gue di sini dulu.”

Sudah dua hari Alex dan Praya menginap di sebuah cottege di daerah Garut Selatan. Senin malam itu Praya berkeras tak ingin pulang, Alex lalu memacu mobilnya hinga mereka sampai ke Garut. Pemandangan pantai yang indah tak dihiraukan, Praya hanya berdiam diri di dalam kamar atau paling duduk di balkon.

“Ya udah, gue balik duluan. Terserah lo mau sampe kapan di sini.”
Alex menyambar tasnya lalu berjalan menuju pintu.

“Lex..” Praya memanggil lemah sahabatnya, “lo balik lagi ke sini kan?”

Alex berjalan kembali menuju ke sofa Praya, mencium keningnya lalu keluar dari kamar.

Banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya. Belum lagi telepon dari Ken yang terus menerus menanyakan kabar Praya.

Praya adalah sahabatnya semenjak sekolah menengah. Keseriusan Alex berimbang dengan sikap ceria Praya. Dia menemani Praya di setiap gadis itu jatuh cinta, patah hati, bahagia, sedih.

Cinta? Tentu saja Alex mencintainya. Tidak ada yang kurang dari gadis itu. Tapi ia tidak mau merusak persahabatannya. Maka beginilah kini. Belasan tahun bersahabat, menjadi tempat membagi tawa, berkeluh kesah juga sebagai pelarian.

Dua hari Alex membereskan urusannya, Ia bahkan membeli beberapa makanan untuk Praya. Entah apakah ia sedih atau senang melihat keadaan Praya saat ini. Di satu sisi ia tak suka melihat keadaan Praya seperti ini, bersedih dan nyaris hancur. Tapi di sisi lain ia juga senang, karena Praya bersama dirinya. Menggantungkan hidupnya pada Alex seorang.

*

Terdengar suara pintu kamar diketuk, malas-malas Praya beranjak dari tempat tidur. Setelah dibuka muncul Alex dengan sekantung makanan. Ia segera memeluknya.

“Gue kira lo gak akan balik lagi.”
“Masa gue tega ninggalin panda kesayangan di sini sendirian sih.”
“Enak aja gue disamain sama panda.”
“Tuh mata udah kaya panda gitu. Ngaca deh. Kalo bukan panda apa namanya?”

Praya mencubit manja sahabatnya, tenang rasanya melihat Alex kembali. Dua hari ini sungguh ia tidak kerasan. Jangankan mau beranjak makan, Sarapan yang dikirim dari kitchen hanya disentuh sekenanya.”

*

“Gak pegel tidur di sofa?”
Alex tersenyum canggung sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Tidur sini aja.”
Praya menggeserkan tubuhnya ke sisi ranjang, memberi tempat agar Alex bisa tidur di sampingnya.

*

“Praya…”
“Apa?”
“Boleh gue bilang sesuatu?”
“Bilang aja, ada apa?”
“Gue…”
“Lo kenapa”
“Gue sebenernya cinta sama lo.”
Alex terkejut sendiri dengan apa yang telah diucapkannya. Praya tak kalah kaget. Ia membalikan badan menghadap Alex.

“Gak salah?”
Alex menggeleng.
“Sejak kapan?”
“Sejak lo numpahin teh botol ke celana gue.”
“Numpahin teh botol? Itu kan jaman kita sekolah.”
“Ah udahlah, gue ngawur. Jangan dianggap. Udah tidur!” Alex berbalik memunggungi Praya. Membenamkan kepalanya ke dalam bantal. Dan berharap besok pagi Praya amnesia.

*

Alex membantu Praya membawa tasnya. Tidak berat sih, tapi sepertinya untuk membawa dirinya sendiri Praya sudah sempoyongan.

Akhirnya Praya mau pulang, ia kembali ke rumah orang tuanya.

“Ini ditaro di mana?”
“Di atas lemari aja.”
“Oke, semua udah masuk. Gue tinggal gak apa-apa kan?”
“Iya, makasih ya lex.”
Alex mengelus bahu Praya. “Iya panda. Gue mau langsung ke kantor.”

“Lex tunggu. Ini nanti dengerin ya.”
“Apaan?”
Praya menyerahkan ipodnya. “Ada di playlist ini.”
Alex mengangguk lalu hendak berpamitan pergi. Belum sempat ia sampai ke pintu, terdengar suara Ken, kekasih Praya.
Alex mengurungkan niatnya, lalu berjalan menuju teras belakang. Ia pasang earphone ke kupingnya lalu mendengarkan playlist yang dibuat Praya.

Telah lama ku tahu engkau
Punya rasa untukku
Kini saat dia tak kembali
Kau nyatakan cintamu

Namun aku takkan pernah bisa, ku

Takkan pernah merasa
Rasakan cinta yang kau beri
Ku terjebak di ruang nostalgia

Semua yang kurasa kini
Tak berubah sejak dia pergi
Maafkanlah ku hanya ingin sendiri

Alex menghela napas. Praya tidak amnesia seperti yang diharapkannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar