Setelah menonton Arisan 2, tahun lalu, gue sangat tertarik
melihat prosesi Waisak di Borobudur. Kemudian beberapa kali blog walking,
menemukan tulisan-tulisan dari para traveler
yang pernah mengikuti prosesi Waisak di sana. Makin ngebet lah yaa…
Maka dicanangkanlah bahwa 2013 ini gue harus lihat Waisak di
Borobudur. Beberapa teman yang gue ajak ke Jogja tanggal 25 Mei ini malah
minta tanggalnya dimajukan jadi tanggal 9 Mei, karena ada harpitnas-nya. Lah
ngapain gue ke Jogja tanggal segitu wong
gue maunya ke sana lihat Waisak.
Seminggu sebelum keberangkatan, tiket sudah di tangan.
Kereta Kahuripan untuk berangkat tanggal 23 Mei malam dan kereta Pasundan untuk
pulangnya tanggal 26 Mei siang. Dulu sih, duluuu rencananya kekeretaan ke Jawa
tuh ama.. ah sudahlah…
Berniat dengan tulus hanya untuk melihat dan memotret Patung
Budha yang megah, Pesta Seribu Lampion yang magis tanpa tahu bakalan jadi salah
satu yang akan dinyinyirin di socmed (baca: twitter). Ya, gue adalah salah satu
dari ribuan anak mainstream yang ke
sana berbekal kamera bergantung di leher. Mengabadikan moment yang menurut gue eksotis dan indah, yang kemudian menjadi
celaan dan yaa gitu deh.
Gue bahkan sampe ga berani share foto-foto ke twitter. Iya, ampe segitunya. Nunggu keadaan gak
terlalu panas. Hehe.
Balik lagi ke cerita perjalanan, hari pertama begitu sampai
di Stasiun Lempuyangan – karena gue memakai kereta ekonomi AC jadi dituruninnya
gak di Stasiun Tugu, melainkan di Lempuyangan. Dijemput Mas Athok, sang driver
dari AW Tour gue menjemput teman seperjalanan kali ini yang
sudah nunggu cantik di KFC Malioboro karena dia sudah sampai sejam sebelumnya
menggunakan kereta Argo Wilis.
|
3 orang konyol naik kereta Pasundan |
Oya, harga tiket Kahuripan/Pasundan IDR 100K, Argowilis IDR
285K. lumayan beda yes :p
Karena belum punya hotel (selain di monopoli), kami segera
mencari di sekitaran Malioboro. Tentu saja agar lebih mudah ke mana-mana.
Daerah Dagen kami pilih, letaknya tepat di sebrang Malioboro Mall, gang kedua
jika berjalan dari arah Stasiun Tugu setelah Sosrowijayan. Kami menginap di
Hotel Puntodewo, family room dengan bed ukuran King dan extra bed ukuran
sama. Seharga IDR 250K/malam. Murah kaannn hehehe.
Setelah check in
hotel (dan lupa check in 4sq juga
Path) mobil langsung membawa kami ke…. Goa Pindul! Jaraknya gak tahu, pokoknya
sekitar 2 Jam dari tempat kami berpijak saat itu. Goa Pindul letaknya di Gunung
Kidul, di perjalanan kami sempat melihat megahnya Gunung Merapi. Kereeenn
banget sumpeh.
Sampai di Goa Pindul, kami bertiga yang belum mandi dari
Bandung ini langsung diceburin ke sungai. Jadi, tujuan kami ke sana adalah
untuk tubing, semacam body rafting memakai ban mobil besar
yang sudah disetel sedemikian rupa untuk menyusuri arus tenang di dalam goa.
Kedalaman air 5-12 meter, makanya kami diwajibkan memakai rompi pelampung.
|
tubing di Goa Pindul |
Jarak tempuh sekitar 45 menit, melewati stalaktit dan
stalagmite (gitu bukan ya nulisnya) batu Kristal, sarang burung kelelawar..
ohya di situ juga ada Burung Walet, tapi gak sempet ketemuan sih…
|
loncat dari karang di Goa Pindul, kamu berani? |
Setelah kaki kiri (yang baru saja kelindes APV tea) bengkak
kembali akibat naik karang-karang, perut yang keroncongan dan badan yang
menggigil, semangkuk bakso adalah sasaran utama. Warung sekitaran goa menjadi
pilihan kami, dengan enam ribu rupiah cacing-cacing dalam perut pun berhenti
berorkestra.
Perjalanan dilanjutkan ke Pantai di Gunung Kidul. Nama
pantainya banyak, mulai dari Sundak, Baron sampai Pulang Syawal kita melewati
banyaakkk banget spot-spot yang sukses bikin semua berdecak kagum. Palagi
ketika masih di jalanan tinggi, dari balik pohon-pohon kita bisa mengintip
Samudera Hindia. OMG Subhanallaah.
|
Pantai Pulang Syawal ( Indraaynti ) |
|
Menghadap Samudera Hindia |
Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua, lapar dan capek.
Mari kita makan! Kami berhenti di resto sekitaran pantai, tempatnya cukup
nyaman. Dan seperti keadaan pantai yang gak penuh, tamu di resto pun tidak
banyak, sehingga kami bebas gegoleran di area lesehan.
Sehabis Ashar perjalanan kembali dilanjutkan. Rencananya balik langsung ke
hotel, tapi tentu saja godaan belanja lebih besar dibanding pegal-pegal yang
mendera seluruh tubuh. Dengan keadaan lusuh kami masuk ke beberapa butik di
daerah Taman Sari dan berhasil menjinjing beberapa kantong belanjaan. Girls.
Berhubung gue salah perhitungan, baju nyantai pun sudah
habis. Gue gak punya stok celana+kaos lagi. Semua gara-gara nyemplung di Goa
dan pantai.
Maka sebelum nyampe hotel, gue maksa 2 teman seperjalanan
untuk mampir ke Malioboro untuk beli baju. Heheehee :p
|
berharap ada kang andong yang ganteng kayak vino |
Balik ke hotel, mandi dan siap-siap untuk… makan lagi! Makan di
lesehan Malioboro ditemani pengamen berbatik. Ohya kalau dihitung-hitung sih makan di lesehan
lebih mahal dibanding makan di resto-resto yang akan kami datangi.
Kelihatannya sih lebih murah dibanding makanan di Bandung, misal sepotong bebek
goreng dihargai 18K, tapi nasi seuprit harganya 4 ribu, lalap+sambel 6 ribu.
Jatuhnya sama aja sama paket nasi+bebek di Bandung yang sekitar 25K. teh tawar
hangat yang biasanya disajikan free kalau
kita makan di tenda-tenda di Bandung, dihargai 2-3ribu. Ummmm tapi ya, masa ke
Jogja gak makan di lesehan. Kayak ada yang kurang gitu ya.. wis lah.
Esok paginya dimulai dengan cari sarapan di Malioboro dan
diteruskan dengan cari oleh-oleh. Mobil travel jemput sekitar jam 11 jadi masih
ada waktu untuk ke sana ke mari dulu plus dandan cantik laahh :p
Tujuan utama hari ini tak lain dan tak bukan adalah Waisak
di Borobudur. Setelah googling sana-sini makanya gue memutuskan untuk mulai
itungan rental mobil dari jam 11, karena acara akan selesai malam hari. Secara
kita pan nyewa 12 jam yes cyn.
Dari rekomendasi google dan teman (baca: @riesna_) kami
mampir ke Jejamuran. Resto nyaman dan lagi ngehits di Jogja. Restonya penuh,
kami dapat meja nomor 122 ajaa..
Diiringi live music
yang mengaransemen lagu suka-suka (iya, suka-suka dia aja), makanan semeja ludes tak bersisa. Jamur
krsipi, jamur shitake asam pedas, jamur tiram asam manis, rending jamur,
tongseng jamur dan entah apalagi. Selain beras kencur, mint tea dan aloe vera
disikat habis. Ya siapa suruh mesen es beras kencur dekkk =)) dan itu semua
hanya 109,500 rupiah.
Sekitar jam 2 perjalanan dilanjutkan ke Magelang, Para Bhksu
dan iring-iringannya sudah sampai di Borobudur, jadi ketika kami lewat sudah
tidak macet-macetan :’)
|
The Greatest Borobudur Temple |
|
Waisak di Borobudur |
|
gue motret dari jauh kok, please jangan bully yaa |
Berhubung matahari sudah pulang dan perut yang keroncongan,
ketika panitia memberi tahu bahwa lampion baru akan bisa ditukarkan sekitar
jam setengah sembilan malam, kami pun mengurungkan niat untuk melihat pelepasan
lampion. Selepas Maghrib kami beranjak pergi dan menuju Raminten, tempat gaowl
anak Jogja dan anak kota lainnya kalo ke Jogja. \J/
yay!
Makan berempat sampe begok Cuma 109K ajaah! Bentuk dan
suasana Raminten mah googling aja. Kocak abis!
Sampai di hotel tepat jam 11 malam, jadi gak kena charge over time lagi. Ahahahha!
Syare ay, syare syare!
Minggu pagi ditujukan untuk makan gudeg, karena belum ke
Jogja kalau belum makan guideg. Gudeg Mbok Djum jadi pilihan, selain tempatnya
dekat hotel, salah satu mas-masnya mirip Firman Utina. Entah apa hubungannya tapi
pagi itu kami berempat sarapan di sana. Oh enggak deng, saya lebih memilih
jalan di sekitar Malioboro dan cari bala bala. Sakaw bala bala mameenn….
Sebelum kereta membawa kami pulang ke kenyataan, masih
sempat-sempatnya keluyuran dan nyasar ke Mirota yang sumpek dan penuh itu..
Aromanya nempel bahkan sampai 12 jam berikutnya ketika gue sudah sampai di
kamar tercinta di Bandung.
HATI-HATI BARANG BAWAAN ANDA KARENA BANYAK COPET. ENAK YA
JADI COPET BISA DAPET BARANG GRATIS – Mirota.
SAMPAI JUMPA JOGJA, KELAK SAYA AKAN KEMBALI BERSAMA.. MMM
SIAPA SAJALAH! – Na9a
OH YA KENAPA GAK ADA MAS-MAS PENARIK ANDONG YANG GANTENG
KAYAK VINO G BASTIAN? – Na9a