Kamis, 15 Agustus 2013

Kirana - Chapter 1

Berapakah kemungkinan bertemu mantan kekasih di kota ini?


Jadi begini, aku baru turun dari kereta ketika kakakku tercinta yang ganteng tiada dua menelepon dan bilang kalau dia tidak bisa menjemput karena ada meeting mendadak di kantornya. Kemudian dengan dandanan super lecek setelah 10 jam perjalanan, aku berjalan dan menurut saja ketika seorang pria berseragam biru menggiringku menuju taksi. Urung niatku langsung menuju rumah yang masih harus ditempuh kurang lebih satu jam lagi, Si Bapak yang menggiringku tadi, sang sopir hati budiman ini sepertinya tidak mengenal teknologi bernama deodorant. Aku memutuskan berhenti di Jalan Dago saja.


Kumasuki Coffee Shop dengan celana pendek, sandal jepit, rambut diikat asal-asalan dan tas ransel segede gaban. Pokoknya tak oke sekali untuk bertemu gebetan apalagi mantan dengan kekasih barunya.

Aku sedang  menikmati lamunan ketika tiba-tiba sesosok pria yang masih sangat kuhapal meliintas di depan mejaku. Dia bergandengan mesra dengan seorang perempuan cantik menuju non smoking area. Dan seketika jantungku serasa berhenti berdetak.

Belum selesai rasa kejutku hilang, pria itu menoleh dan berhenti tepat di hadapanku.

“Kirana?” sapanya.

Oke, sepertinya asthmaku kambuh. Bukan, bukan karena rokok yang tadi kuhisap tapi sepertinya pria di hadapanku ini yang menyedot seluruh oksigen di muka bumi dan sebentar lagi akan membuatku mati kehabisan napas. “Eh Rama..” aku tak jadi mati.
*

Dulu kami pertama bertemu di salah satu gedung perkantoran di Asia Afrika. Aku sedang mampir menemui sahabatku yang bekerja di situ. Ada titipan oleh-oleh dari Mama untuknya.

Seperti adegan film, saat itu aku sedang sibuk mencoba menghubungi sahabatku, Katy. Berkali-kali kutelepon, tak ada jawaban. Dia memang tak suka dengan bunyi telepon, makanya seringkali ia meng-silent ponselnya. Pada panggilan ke lima telepon tersambung.

“Halo Ran, sorry bb gue silent. Udah nyampe?”
“Kebiasaan ah lo! Berjuta-juta kali gue telpon ga disautin!”
“Lebay… Iya maap neng, maap. Lo di mana?”

Kemudian adegan itu terjadi, seorang pria tampan menabrakku, menjatuhkan tas yang berisi oleh-oleh untuk Katy. Pria itu berperawakan sedang, rambut cepak, hidungnya mancung, berkulit sawo matang, memakai kemeja slim fit biru dongker. Campuran wangi sabun, shampoo dan parfum tipis beraduk menjadi aroma segar yang menumpang lewat di hidungku.

“Eh, maaf mbak.” Katanya sambil memunguti kotak pia yang jatuh dan memasukannya ke tas.

Aku sendiri masih mematung di hadapannya dengan muka terpesona, mulut agak sedikit menganga, tangan masih memegang ponsel. Nyaris seperti orang bloon.

Saat itu rasanya seluruh oksigen di muka bumi tersedot olehnya. Jangankan berbicara, bernapas saja aku sulit.

“Ini..”katanya menyerahkan tas oleh-oleh itu.

Lalu tiba-tiba saja aku tersedak dan batuk tak keruan. Sayup-sayup terdengar suara Katy memanggil di telepon.
*

Rama, si manusia penyedot oksigen di muka bumi itu, dia satu kantor dengan Katy. Hanya saja mereka berbeda bagian. Rama lulusan institute teknologi negeri di Bandung, sama dengan kakakku. Mereka satu angkatan. Iya, ha ha ha Rama ternyata teman Kak Malik. Dan berita super baiknya , dari Katy kutahu kalau Rama masih single, alias jomblo. Sama seperti aku. H o r e !
*

Bandung memang sempit. Ke suatu tempat pasti aja ada yang kenal. Si ini kenal si itu, si itu mantan si anu. Ini itu ini itu. Sempit banget sampai-sampai dari sekian banyak tempat nongkrong di Bandung, aku harus bertemu dengan mantan kekasihku di Coffee Shop ini.


4 komentar:

  1. em, kakaknya Kirana yang ganteng itu single, nggak?
    *diseriusin*
    ehehehe..

    BalasHapus
  2. Makanya harus well prepared selalu karna kamu engga pernah tahu kamu akan ketemu siapa di jalan. Bisa jadi jodohmu, bisa mantanmu, bisa juga rentenir yang kamu hindarin. #lah

    BalasHapus