“Sya, bisa disimpen dulu gak bb-nya? Gak si Rara, gak elo
ya, bb mulu diurusin. Tolongin gue sebentar pilih kain kenapa sih?!”
Shally menatap mata Tasya, diambilnya blackberry dari tangan
Tasya. Sudah seharian ini mereka mengelilingi Pasar Baru mencari brokat untuk
kebaya pernikahan Shally.
“Maaf Shal, aduh jangan diambil. Urgen nih.”
“Apa yang lebih urgen dari pernikahan sahabat lo ini?”
Blackberry di tangan Shally bergetar. Panggilan masuk dari
nomor tak dikenal. Tasya segera merebut ponsel itu sebelum Shally merejectnya.
Tasya mengangkat panggilan ditemani tatapan kesal Shally.
“Hallo Bu. Iya masih belum ada Bu. Beneran, ini lagi saya coba cari kok. Iya
nanti saya segera ngehubungin Ibu.”
“Ada
apaan sih? Lo kok ketakutan gitu? Dikejar debt
collector ya?” serang Shally.
“Sembarangan. Itu bininya bos gue.”
“Gila kali ya kantor lo itu. Kemaren tiga hari lo dibuat
stress karena atasan lo tiba-tiba cuti dan lo harus ngehandle semua kerjaan dia. Sekarang hari libur, bininya masih aja
ngerepotin lo!”
“Lakinya ilang.”
“Hah? Ilang begimana?”
Belum sempat Tasya menjawab, ponselnya bergetar kembali.
“Bentar ya.”
“Pak Sumin di mana? Udah di bawah? Oh Ya bentar saya turun
sekarang ya.” Tasya menutup ponselnya. “Shal, lo tunggu bentar di sini ya. Gue
ke bawah dulu.”
Sebelum Shally melotot dan marah-marah, Tasya segera berlari
menuju escalator dan turun ke lobi
menemui Pak Sumin, supir kantornya.
Tadi ia meminta Pak Sumin untuk mengambil catatan print out tagihan handphone pasca bayar sang bos di ruangannya. Dia yakin sekali akan
ada nomor yang ia butuhkan di situ.
Tak berapa lama Tasya kembali ke toko kain, tampak Shally
masih sibuk memilih-milih brokat. Ia menghempaskan badannya ke atas sofa,
mengambil gelas air mineral di meja yang disediakan untuk pengunjung. Shally
hanya mendelik sebentar lalu kembali berbicara dengan empunya toko.
Tasya membuka catatan panggilan telepon atasannya. Mencari
nomor yang ia curigai. Dia menemukan nomor yang paling banyak dihubungi. Pada
kolom jam tertera panggilan pada nomor tersebut di setiap pagi, siang, sore
bahkan tengah malam. “Gotcha!!”
“Hallo, Mbak Vira? Saya Tasya sekretarisnya Pak Guntur, apa
Mbak sedang bersama Pak Guntur ?
Oh lagi enggak. Umm saya minta tolong kalau beliau menghubungi Mbak, minta
menghubungi saya segera. Terimakasih.” Tasya menutup ponselnya lalu berjalan
menghampiri Shally. “Udah dapet kain yang cocok?”
Ponsel Tasya bergetar tanda ada pesan masuk ketika Shally
membayar belanjaannya.
Istri bapak udah
di hermina dari kemarin, tp bayinya gak bisa keluar.
Tak berapa lama ponselnya bergetar lagi. “Halo, Iya bu. Oh
beliau sudah on the way ke sana ? Syukur deh. Iya,
sama-sama bu. Semoga lahirannya lancar dan selamat. Iya, waalaikum salam.”
Tasya merangkul lengan Shally yang berdiri melipat tangannya
menanti penjelasan dari sahabatnya itu.
“Kemarin itu bos gue cuti tiba-tiba ternyata bukan untuk
nemenin bininya lahiran. Alhasil karena dia gak bisa duhubungin, bininya jadi
ngejar-ngejar gue karena yang dicurigai tau dia ada di mana itu cuma gue.”
“Parah. Trus ternyata dia di mana?”
“Lagi sama ceweknya.”
“Sarap!”
Sarap!!!
BalasHapus