Selasa, 26 Maret 2013

Dikejar Bini Bos


“Sya, bisa disimpen dulu gak bb-nya? Gak si Rara, gak elo ya, bb mulu diurusin. Tolongin gue sebentar pilih kain kenapa sih?!”
Shally menatap mata Tasya, diambilnya blackberry dari tangan Tasya. Sudah seharian ini mereka mengelilingi Pasar Baru mencari brokat untuk kebaya pernikahan Shally.

“Maaf Shal, aduh jangan diambil. Urgen nih.”
“Apa yang lebih urgen dari pernikahan sahabat lo ini?”

Blackberry di tangan Shally bergetar. Panggilan masuk dari nomor tak dikenal. Tasya segera merebut ponsel itu sebelum Shally merejectnya.
Tasya mengangkat panggilan ditemani tatapan kesal Shally. “Hallo Bu. Iya masih belum ada Bu. Beneran, ini lagi saya coba cari kok. Iya nanti saya segera ngehubungin Ibu.”

Ada apaan sih? Lo kok ketakutan gitu? Dikejar debt collector ya?” serang Shally.
“Sembarangan. Itu bininya bos gue.”
“Gila kali ya kantor lo itu. Kemaren tiga hari lo dibuat stress karena atasan lo tiba-tiba cuti dan lo harus ngehandle semua kerjaan dia. Sekarang hari libur, bininya masih aja ngerepotin lo!”
“Lakinya ilang.”
“Hah? Ilang begimana?”

Belum sempat Tasya menjawab, ponselnya bergetar kembali. “Bentar ya.”

“Pak Sumin di mana? Udah di bawah? Oh Ya bentar saya turun sekarang ya.” Tasya menutup ponselnya. “Shal, lo tunggu bentar di sini ya. Gue ke bawah dulu.”

Sebelum Shally melotot dan marah-marah, Tasya segera berlari menuju escalator dan turun ke lobi menemui Pak Sumin, supir kantornya.

Tadi ia meminta Pak Sumin untuk mengambil catatan print out tagihan handphone pasca bayar sang bos di ruangannya. Dia yakin sekali akan ada nomor yang ia butuhkan di situ.

Tak berapa lama Tasya kembali ke toko kain, tampak Shally masih sibuk memilih-milih brokat. Ia menghempaskan badannya ke atas sofa, mengambil gelas air mineral di meja yang disediakan untuk pengunjung. Shally hanya mendelik sebentar lalu kembali berbicara dengan empunya toko.

Tasya membuka catatan panggilan telepon atasannya. Mencari nomor yang ia curigai. Dia menemukan nomor yang paling banyak dihubungi. Pada kolom jam tertera panggilan pada nomor tersebut di setiap pagi, siang, sore bahkan tengah malam. “Gotcha!!”

“Hallo, Mbak Vira? Saya Tasya sekretarisnya Pak Guntur, apa Mbak sedang bersama Pak Guntur? Oh lagi enggak. Umm saya minta tolong kalau beliau menghubungi Mbak, minta menghubungi saya segera. Terimakasih.” Tasya menutup ponselnya lalu berjalan menghampiri Shally. “Udah dapet kain yang cocok?”

Ponsel Tasya bergetar tanda ada pesan masuk ketika Shally membayar belanjaannya.

Ada apa sya? Sms dari sang atasan.
Istri bapak udah di hermina dari kemarin, tp bayinya gak bisa keluar.

Tak berapa lama ponselnya bergetar lagi. “Halo, Iya bu. Oh beliau sudah on the way ke sana? Syukur deh. Iya, sama-sama bu. Semoga lahirannya lancar dan selamat. Iya, waalaikum salam.”

Tasya merangkul lengan Shally yang berdiri melipat tangannya menanti penjelasan dari sahabatnya itu.
“Kemarin itu bos gue cuti tiba-tiba ternyata bukan untuk nemenin bininya lahiran. Alhasil karena dia gak bisa duhubungin, bininya jadi ngejar-ngejar gue karena yang dicurigai tau dia ada di mana itu cuma gue.”
“Parah. Trus ternyata dia di mana?”
“Lagi sama ceweknya.”
“Sarap!”


1 komentar: