Senin, 30 Januari 2012

Fajar di Ujung Senja

LED mengerlip pertanda text masuk. Senja membukanya. DEG. Sebuah nama muncul. Tangannya bergetar, entah hatinya.

Senja

Fajar

Angin dari sesela jendela menerobos menguliti pundak. Gemericik air bertaluan di atas genting. Terlempar pada dedaunan sebelum akhirnya mendarat dan meresap dalam tanah.

Senja, hentikan laju hujan ini, hentikan setiap titik tangis yang tersisa. Bayangan cahaya itu memantul di dinding kaca.

Fajar, aku sudah berkawan dengan hujan. Ia tahu benar rasa yang sedang memuncah di dada. Rasakan air yang menerpamu. Rasakan rinduku.

Senja, suaramu seperti lirih hujan ini, menelusup di dingin yang kurasakan. Dimanakah dirimu kini?

Fajar, pejamkan matamu, rasakan hangat d dadamu. Aku masih di situ, bersemayam menghangatkan hatimu.

Senja, denyut jantung ini mungkin sebagian besar tentang dirimu. Ya,kau yang terjaga dalam malam penuh kerinduan. Menjadi mimpi dan harapan

Fajar, buaianmu kembali semanis dulu, kamu paling tahu dimana kelemahanku. Untuk kau tahu, ada tanya dihatiku. Sedang kemana pacarmu?

Senja, bagaimana aku bisa meyakinkanmu, lentera dan aku tidak lagi bersama. Jalanku kini sendiri. masihkah kau tangguhkan hatimu?

Fajar, lenteraku ada pada dalamnya matamu. Maka kau tahu betapa gelapnya jalanku ketika dulu kau tinggalkan aku.

Atap rumah begitu kokoh, tak mungkin air hujan dapat menerobos membocori langit-langit. Lalu apakah ini yang mengalir melalui ke dua pipiku? Hangat menganak sungai dari luka yang dulu sempat kau toreh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar