Senin, 06 Agustus 2012

Fan Fiction: Lex (Smallville)


Lex: Sepenggal Kisah

“Lex kau harus tenang, ini tak akan menyakitimu..” seru dr. John.
Lex tetap meronta-ronta mencoba melepaskan pengaman jaketnya.
“Sudah suntik saja di mana kau suka dok..! Jangan biarkan dia melepaskan ikatannya” seru Lionel kepada dokter John.
“Tapi akan berbahaya jika menyuntikannya bukan pada bagian yang tepat Mr. Luthor” seru dr. Silver sambil memegang tangan Lex.
“Ini bukan serum sembarangan! Akan fatal akibatnya jika kita salah tempat” dokter John menimpali.
“Jadi kau akan membiarkan dia melepaskan pengamannya? Cepat berikan padaku!” Teriak Lionel seraya mengambil jarum suntik dari tangan dokter Silver.
Dan blesss… Lionel dengan segera menyuntikan serum yang ada di tangannya ke dada kiri Lex.
“No….” Pekik dr. Silver
“Aaaaa….” Lex berteriak kesakitan.
“Kkkaauu sengaja kan Yah….menyuntikan serum itu ke jantungku…?” erang Lex.
“Aku tak punya pilihan lain anakku..”
Seketika kesadaran lex hilang. Kini pikiran alam bawah sadarnya yang menguasai.


Lex berada di sebuah taman, duduk di bangku tepat di depan danau buatan di sisi kota Smallville. Anak-anak kecil sedang berlarian saling mengejar,
Dee..tunggu..”
“Ayo Bee cepetan larinya..”
Di sampingnya dr. Keane seorang psikiater terbaik dari Belle Reeve yang sengaja ditugasi untuk membantu penyembuhan Lex.
“Apakah tugasmu menemani orang gila dokter Keane?” tanya Lex.
“Secara job desk sih gitu lex..” jawab dr. Keane datar.
“Apakah aku termasuk orang gila itu dok?” tanyanya lagi.
“Ya…secara prosedur sih gitu lex..” jawabnya lagi tetep datar.
“Iya juga ya, masa aku yang dokter dan kamu yang gilanya…” goda lex.
“Secara logika sih emang gitu lex…”jawabnya lagi masih datar.


“Dok, secara ya..aku ini dianggap gila dan kamu adalah dokternya, kenapa dari tadi aku yang bertanya, bukan dokter? Bukankah secara prosedur harusnya aku yang ditanyai oleh dokter, dokter menggali isi hati dan pikiranku, bukan aku yang nanya dokter te
rus…” seru Lex kesal.
“Hahahaa…baguskan caraku menggali isi hati dan pikiranmu lex…kamu jadi kepancing kaann? Secara gitu loh Keane…”ujar dr. Keane bangga.
Lex hanya berkerut seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil membuang muka.
“Ya ampun gitu aja marah Lex…Okay tadi aku cuma ngetes aja, apa kamu bener introvert dan anti social seperti yang Lionel katakan.”
“daaannn??”
“Ah menurutku sih gak juga, buktinya kamu udah berani goda-goda aku, sayang ya secara status kamu tuh orang gila, padahal kalo diliat-liat kamu lumayan juga..putih, kurus, pribadinya juga oke” ujar dr. Keane sambil tersenyum matre.
“Maksud lo?”
Dokter Keane dan Lex terdiam untuk sesaat dan tertawa kemudian.
“Hahahaaa..secarra secarra melulu.. kamu tau dok kalo aku jarang tertawa? Bahkan anak-anak Smallville dulu sampe taruhan untuk siapa yang bisa foto aku sambil tertawa..”
“Masa?”
“Yaaa…begitulah…kebetulan aku tinggal di Mansion yang gak jauh dari perkampungan Smallville, sebenernya aku gak punya banyak temen. Waktu aku kecil aku banyak ngabisin waktu untuk baca buku dan main anggar, kadang ikut les piano..”


Sesaat Lex berhenti dan mengambil kopinya. Sambil mengingat pengalaman masa kecilnya.
 


“Waktu itu aku baru selesai les piano, ayahku lupa menyuruh sopir untuk menjemputku. Sebenarnya aku senang karena aku jadi bisa jalan kaki sambil melihat anak-anak di sekitar Smallville bermain. Tiba-tiba hujan turun aku dan Sean temanku lari mencari tempat berteduh. Setelah berlari sekitar 1 blok, aku memutuskan berteduh di depan pintu sebuah toko coklat yang sudah tutup. Tak berapa lama ketika kami sedang berdiri di sana, pintu toko terbuka dan keluar seorang wanita paruh baya.


“Apa yang kalian lakukan?” tanyanya.
“Kami sedang berteduh, bolehkan?” jawab Sean.
“Tapi kenapa kalian berteduh di depan sini?” tanyanya lagi.
“Ya masa kita berteduh di bawah pohon bambu itu..kan serem..” jawab Sean lagi.
“maksudku, Kkenapa kalian tidak memijit bel ini, ayo masuk nanti kalian masuk angin!” serunya.


Ternyata tempat itu adalah sebuah ruko, bagian bawah dipakai sebagai toko dan lantai atas merupakan rumah yang ditinggali oleh keluarga ini.
“Kamu bukannya putra Lionel Luthor?” Tanya wanita itu.
Lex hanya mengangguk.
“Aku Laura Lang suamiku Lewis Lang bekerja di Luthor Corp. Dan ini Lana.” sambungnya lagi.


“Lana?” Tanya Lex lagi.
Tiba-tiba seorang gadis cantik bermata indah keluar dari pintu kamar. Rambutnya hitam sebahu. Matanya abu kecoklatan dengan senyuman yang sangat manis.
“Lana..” gadis itu mengulurkan tangannya ke arah Lex.
“Lex”
“Sean”
“Kalian mau aku buatkan coklat hangat?” tanyanya halus.
Sean mengangguk. Lex hanya terpaku melihat Lana.
Belum sempat Lex puas menatap Lana, Sean sudah menghabiskan coklat hangatnya, ponsel Lex bergetar. Ayahnya baru inget kalo dia lupa untuk menyuruh sopir menjemput Lex. Setelah menyebutkan alamat ruko itu, tidak lama Porsche Lionel sudah sampai untuk menjemputnya. Setelah berpamitan mereka bertiga pulang.


“Aku belum pernah melihat gadis secantik dia” ujar Lex setelah mengantar Sean.
“Siapa Lex? Sean?” tanya Mr Xavi sopirnya, heran.
“Bukan…tapi Lana..ah sudahlah ayo cepat jalan! Kau menyetir seperti nenek-nenek saja!”
“Sorry Lex”


***
Sejak awal perjumpaan dengan Lana. Lex sangat yakin, dengan kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki, dan fakta bahwa Lewis Lane ayah Lana bekerja di Luthor Corp tentu dia akan dapat memiliki Lana dengan mudah.


Tapi ternyata keluarga Lana bukan gadis yang matre dan mudah untuk dipengaruhi. Mr Lane merasa lebih baik kehilangan pekerjaannya daripada menyerahkan Lana kepada keluarga Luthor. Lana pun sudah mencintai Clark sejak kecil. Hingga Lana masuk Met-U dan Clark masuk Kan-U Lex tidak bisa mendapatkan Lana.


Bukan tanpa perlawanan, Lex dapat membuat Keluarga Lang terpaksa untuk menjual ruko dan dia beli untuk kemudian dia jadikan kedai yang sekarang terkenal dengan nama Talon. Lex tidak pernah mendapatkan hati Lana.


Sampai suatu hari Lex bertemu seorang gadis cantik berkaca mata, berlesung pipit dan mampunyai senyum yang sangat menawan. Suaranya lembut dan agak sedikit pemalu. Bukan hanya kecantikan luar yang memukau Lex tapi kepintaran dan hati gadis itu yang dapat mambuat Lex jatuh cinta lagi dan dapat melupakan Lana.


***
“Layla namanya dok.. Dia sangat….ah..aku sangat mencintainya dok..” sambungnya.  “Tak ada lagi yang mampu menggantikan dia..” Lex menunduk sedih.
Dokter Keane hanya menganggut. “Wah gak ada kesempatan buat gue dong..” ujarnya dalam hati.
“Apa yang terjadi dengannya?”
Lex hanya terdiam.
“Apa dia juga mencintai orang lain?”
“Tidak, kami saling mencintai….”
“Tapi?”
“Dia meninggal, dia mengidap penyempitan katup jantung. Meninggal setelah pemasangan balloon valvuloplasty. Kami sedang mempersiapkan pernikahan..” Lex semakin menunduk.


“Apa dia yang membuatmu menjadi pasienku?”
“Dok… apa menurutmu aku ini gila? Aku rasa aku hanya sedikit putus asa. Apa karena aku sempat tinggal di jalanan, berjalan tidak tahu arah, aku disebut gila?”
“Kau tau dok? Ketika Layla meninggal dunia, aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Aku merasa Tuhan tidak adil. Dia tidak pernah membiarkan aku bersama orang yang kucintai. Ibuku, Lana dan sekarang Layla. Setelah pemakamannya aku berjalan tanpa tujuan. Aku berjalan sampai ayahku sendiri tidak mengetahui keberadaanku. Aku masuk dan keluar dari setiap kota sampai akhirnya sampai di kota kecil bernama Jatinangor, entah di mana itu. Aku baru sadar kalau bajuku sudah kumal, bau badanku tidak sedap, ternyata parfum yang kupakai hanya bertahan beberapa minggu saja. Berat badanku susut, mungkin karena aku jarang makan, aku bahkan tidak ingat terakhir kali aku makan di mana..”
Sesaat Lex membenarkan posisi duduknya.


“Aku mulai tak peduli dengan keadaan sekitar, kadang aku ingin tertawa, kadang aku ingin menangis. Kadang orang yang kebetulan lewat melemparkan beberapa koin ke arahku. Pernah seorang wanita berbaju merah dan membawa tas besar berwarna merah juga melemparkan sekeping koin 50 sen. Mungkin dia anggap aku ini gelandangan, emangnya aku terlihat seperti gelandangan?”


“Aku sedang duduk di pinggir sawah ketika anak buah ayahku menemukanku. Mereka menyeretku ke dalam mobil, beberapa orang menyaksikan kejadian itu, sebagian jijik, sebagian tertawa dan sebagian tak peduli.”
“Seorang pria menyuntikan sesuatu ke dalam tubuhku, dan aku baru tersadar ketika sudah sampai di Belle Reeve.”
Sejenak Lex membuang pandangannya ke arah dua gadis cilik yang masih bermain.
“Apa yang sekarang kau inginkan Lex?” tanya dokter Keane.
“Menyusulnya, dia bilang dia akan selalu setia kepadaku dan akan selalu mencintaiku. Dia wanita yang sangat tulus.”


***
“Lex sadarlah lex…!”seru dr. Silver.
“Kita harus mengejutkannya!” jawab dr. John tak kalah kencang.
Semua peralatan kedokteran tercanggih digunakan untuk menyadarkan Lex..


***
Pada hari pemakamannya, tidak banyak orang yang diizinkan hadir. Hanya ada Lionel yang tertunduk menyesali perbuatannya dan baru sadar bahwa dia tidak memiliki siapapun lagi di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar