Selasa, 15 April 2014

Senja ~ Chapter 2

“Kak kenapa pikniknya sore sih? Kenapa gak pagi-pagi?”

“Namanya juga Senja. Ya sore-sore dong.”

“Jadi gimana awal mula punya ide tentang novel ini?” 

 *
Beralas tikar, di bawah pohon-pohon rindang di taman kota. Diskusi ringan buku Senja yang baru dilaunching berlangsung hangat. Diiringi petikan gitar seorang sahabat, Senja larut dalam dunianya.

Sesekali ia tertawa riang. Matanya bercahaya. Semua kesenduan saat pertama kubertemu dengannya sirna.

Ingin sesekali aku menjadi angin  yang membelai lembut rambutnya, menerpa halus kulitnya. Membisikan seluruh puisi cinta untuknya.



“Hey!”
Lamunanku buyar, gadis itu sedah berdiri di hadapanku.

“Eh Nona Manis udah selesai diskusinya?” Beberapa peserta tertawa menggoda ketika melewati kami. “Udah cantik, pinter lagi… makin cintaa deh.” Dia hanya meninju pelan lenganku. Lalu mendelik dan meninggalkanku.

“Apa, Lo?” jawabnya, santai.

“Tuh kan udah ditemenin malah ngeloyor gitu aja.” Aku merajuk.

“Genit bener sih lu jadi orang! Males gue”

Aku menarik lengannya. “Siapa yang genit sih? Aku kan cuma berkata jujur, Sayang”

Dia melepaskan tanganku. “Sayang-sayang, semua cewek aja lu panggil sayang. Gombalan lu gak ngefek buat gue. Basi!”

“Tapi aku serius tau sama kamu. Sumpah.” Dua jari kubentuk menyerupai huruf V.

Whatsoever.”


“Kamu kenapa sih, ga pernah percaya sama aku?”

“Percaya apa?”

“Percaya kalo aku sayang kamu.”

“Lah, lo tiap hari ngomong sayang-sayang begitu juga sama semua perempuan.”



“Kamu tuh ga pernah ngasih aku kesempatan sih.”

“Kesempatan? Dana umum, keless? Main monopoli sana!”

Tarikkan tanganku kini agak erat agar kali ini dia menghentikan langkahnya. Mendengarkanku baik-baik.

“Kayaknya kamu akan lebih ngasih dua- tiga kali kesempatan bagi pria brengsek manapun kecuali aku.” Dia bengong atau bingung, entah. “Iya, kamu akan menerima pria brengsek manapun yang akan main-main sama kamu, bahkan bisa ngasih kesempatan lagi untuk dia nyakitin kamu. Tapi kamu gak akan pernaah ngasih aku kesempatan untuk menunjukkan keseriusan aku. Iya kan?”

Senja tampak kaget. Dan bingung. “Udah selesai ngomongnya?” dia menghentikan taksi. “Makasih ya udah nemenin. Gue ada perlu dulu, daah.” Lalu meninggalkanku begitu saja.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar